Yoo.. Hindari Perilaku Korup...!!

Jumat, 04 Oktober 2013

KEMATIAN AKIBAT MALANUTRISI


Ilustrasi
Masalah gizi buruk atau malanutrisi memang merupakan isu yang menyesakkan di era modern yang mana aneka menu tersedia untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi keseharian. Me­mang di era modern pemunculan malanutrisi dalam wujud kekurangan asupan makronutrien (marasmus dan kwashiorkor) sudah menurun prevalensinya. Sebaliknya, malanutrisi terse­lubung berupa kekurangan mi­kronutrien vitamin dan mineral, diantaranya anemia defisiensi zat besi dan defisiensi vitamin B12, justru tidak jarang menjadi penyebab merosotnya kualitas fisik dan daya tahan tubuh terhadap se­rang­an penyakit infeksi. 

Anemia defisiensi besi merupakan pe­nyebab utama anemia di dunia, terkhusus melanda wanita usia reproduksi. Selain itu akibat kehilangan darah saat menstruasi dan peningkatan kebutuhan zat besi selama kehamilan. Anemia jenis ini dapat melanda anak berusia di bawah 2 tahun lantaran hanya diberi makan susu. Juga pada individu yang semata mengonsumsi sayuran dan umbi-umbian.Dalam diet orang normal terkandung sekitar 15 miligram zat besi, namun hanya 1-2 mi­ligram saja yang diabsorpsi oleh usus halus. Namun, pada wanita kehilangan hingga 28 miligram zat besi tiap menstruasi. Mes­kipun, kehilangan darah karena haid berhenti selama hamil, kebutuhan zat besi harian tetap meningkat lantaran terjadi peningkatan volume darah ibu selama kehamilan, serta untuk pembentukan plasenta dan janin.Penyandang anemia defisiensi zat besi yang parah memiliki kadar hemoglobin sekitar 6 gr/dL darah. Manifestasi gejala berupa rambut yang rapuh, kuku yang mudah patah, radang lidah (glositis) dan sering luka pada sudut mulut. Pengobatan berdasarkan penyebab yang melatari. Untuk usia anak perlu variasi menu. Suplementasi zat besi bagi ibu hamil.
Defisiensi vitamin B12, juga vitamin B11, menyebabkan anemia megaloblastik. Defisiensi kedua vitamin ini terkait gangguan absorpsi di usus halus, in­feksi cacing, dan kanker.  Defi­siensi vitamin B12 sering ditemukan pada kondisi malanutrisi, pecandu alkohol, vegetarian, remaja, ibu hamil, dan ibu me­nyusui. Kebutuhan vitamin B12 mudah diperoleh lewat konsumsi protein hewani khususnya dari daging dan hati.

Sementara pemenuhan kebutuhan vitamin B11 atau asam folat mudah diperoleh dari aneka sayuran. Asam folat mudah diabsorpsi oleh duodenum. Sa­yang­nya, 75 persen senyawa asam folat mengalami kerusakan lantaran memasak sayuran dengan menggunakan banyak air (sayur bening). Tubuh penyandang anemia defisiensi vitamin B11 mudah jatuh ke kondisi gizi bu­ruk lantaran mudah terserang diare, kehilangan selera makan, dan radang lidah yang nyeri.

Menurut WHO (Badan Ke­sehatan Dunia) sekitar 40 persen kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan, dan perdarahan akut di antaranya karena keguguran. Sedangkan defisiensi folat semasa kehamilan, berpo­tensi bayi lahir dengan cacat kongenital spina bifida di mana tulang belakang tidak menutup sempurna. Terapi anemia megaloblastik asam folat tergantung kepada permasalahan penyebabnya, dan disertai suplementasi vitamin B11 terkhusus selama masa kehamilan. 

Gagal  Tumbuh 

Ibu hamil yang menderita anemia cenderung melahirkan bayi yang anemia pula. Survei Bank Dunia tahun 2006 menunjukkan 70 persen bayi di Indonesia menyandang anemia. Seperti penyebab anemia pada ibu hamil, defisiensi zat besi dan defisiensi vitamin B12 merupakan penyebab utama anemia pada bayi. Anemia pada bayi merupakan masalah kesehatan yang penting, sebab terkait dengan gagal tumbuh dan mudahnya terjangkit pneumonia dengan angka kematian yang tinggi. Seorang bayi dinyatakan menderita anemia bila kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dL darah.

Selain anemia defisiensi zat besi dan vitamin B12, defisiensi makronutrien khususnya protein, merupakan faktor sentral bagi kondisi gagal tumbuh (failure to thrive) pada usia dini anak (usia 1-3 tahun). Penelitian Ferly (2009) menunjukkan di Indo­nesia 54,5 persen bayi berusia 6-8 bu­lan menyandang anemia dan terdapat ko­relasi antara anemia dengan gagal tumbuh.

Secara garis besar, gagal tumbuh adalah suatu kondisi pertumbuhan fisik, termasuk fungsi seluruh organ tubuh, yang tidak adekuat. Di negara berkembang, gagal tumbuh merupakan ke­ada­an yang jamak dijumpai, tetapi ti­dak mudah untuk mendetek­sinya. Selain belum ada prosedur yang baku, juga variasi pertumbuhan normal yang lebar pada usia anak mempersulit untuk menetapkan seorang anak mengalami gagal tumbuh atau tidak.

Padahal, gagal tumbuh amat membutuhkan penemuan kasus secara dini sehingga memungkinkan untuk dilakukan koreksi dengan terapi nutrisi. Pasalnya, gagal tumbuh memiliki konsekuensi serius bagi hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak di bawah usia 3 tahun. Bukan semata terkait dengan pertambahan berat badan (wasting) dan tinggi badan (stunting), tetapi juga perlambatan proses perkembangan organ otak. Implikasinya jangka panjang, anak yang gagal tumbuh umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah.

Malanutrisi kronis protein, kalori dan mikronutrien akan menyebabkan respons imunitas yang rendah. Efek komplikasi malanutrisi kronis pada sistem kardiovaskular adalah anemia, ukuran jantung yang lebih kecil (pengecilan ukuran organ jantung), dan mudah terserang gagal jantung serta tekanan darah rendah.

Sedang­kan komplikasi pada kualitas darah adalah kadar albumin, vitamin dan mineral yang rendah. Pada sistem saraf berwujud anak yang lemah, apatis, stupor atau koma.

Kematian pada usia anak akibat malanutrisi karena gagal ginjal kronis, hipoglikemia, bron­kopneumonia, morbili (campak), gagal jantung, anemia berat dengan hipoksia, hipotermi, HIV/AIDS, dan malaria. Indi­vidu malanutrisi, mudah terse­rang infeksi berulang bakteri gram negatif karena fungsi imun usus yang rendah dengan gejala diare fatal dan luka yang lambat sembuh.

Oleh: dr. F. Suryadjaja.

Edit by Bio