Wonosobo berjarak 120 km dari ibukota Jawa Tengah
(Semarang) dan 520 km dari Ibu Kota Negara (Jakarta), berada pada rentang ketinggian
250 dpl – 2.250 dpl dengan dominasi pada rentang 500 dpl – 1.000 dpl sebesar
50% (persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wilayah
Kabupaten Wonosobo dengan posisi spasial berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan
berada diantara jalur pantai utara dan jalur pantai selatan. Selain itu menjadi
bagian terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan Buntu-Pringsurat yang
memberi akses dari dan menuju dua jalur strategis nasional tersebut.
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 70.43’.13” dan
70.04’.40” garis Lintang Selatan (LS) serta 10.90.43’.19” dan 11.00.04’.40” garis
Bujur Timur (BT), dengan luas 98.468 ha (984,68 km2) atau 3,03 % luas Jawa
Tengah.
Secara administratif Wonosobo berbatasan langsung
dengan enam kabupaten, yaitu: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Banjarnegara, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang; Sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Magelang; Sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen; Sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen.
Kabupaten Wonosobo memiliki luas 98.468 hektar (984,68
km2) atau 3,03% (persen) dari luas Jawa Tengah dengan komposisi tata guna lahan
terdiri atas tanah sawah mencakup 18.696,68 ha (18,99 %), tanah kering seluas
55.140,80 ha (55,99.%), hutan negara 18.909,72 ha (19.20.%), perkebunan
negara/swasta 2.764,51 ha (2,80.%) dan lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01.%).
Kondisi Geografi
a. Letak
Kabupaten
Wonosobo berjarak 120 km dari ibukota Jawa Tengah (Semarang) dan 520 km dari
Ibu Kota Negara (Jakarta), berda pada rentang 250 dpl – 2.250 dpl dengan
dominasi pada rentang 500 dpl – 1.000 dpl sebesar 50% (persen) dari seluruh
areal, menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo dengan
posisi spasial berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada diantara jalur
pantai utara dan jalur pantai selatan. Selain
itu menjadi bagian terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan
Buntu-Pringsurat yang memberi akses dari dan menuju dua jalur strategis
nasional tersebut.
Kabupaten
Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
yang terletak pada 70.43’.13” dan 70.04’.40” garis
Lintang Selatan (LS) serta 1090.43’.19” dan 1100.04’.40”
garis Bujur Timur (BT), dengan luas 98.468 ha (984,68 km2)
atau 3,03 % luas Jawa Tengah.
b.
Batas Wilayah
Secara
administratif Wonosobo berbatasan langsung dengan enam kabupaten, yaitu:
▪ Sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Batang;
▪ Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Temanggung
dan Kabupaten Magelang;
▪ Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan
Kabupaten Kebumen;
▪ Sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen.
c.
Luas Wilayah
Kabupaten Wonosobo memiliki luas 98.468 hektar (984,68 km2) atau 3,03%
(persen) dari luas Jawa Tengah dengan komposisi tata guna lahan terdiri atas
tanah sawah mencakup 18.696,68 ha (18,99 %), tanah kering seluas 55.140,80 ha
(55,99.%), hutan negara 18.909,72 ha (19.20.%), perkebunan negara/swasta 2.764,51 ha (2,80.%) dan lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01.%).
Kondisi Geologi
a. Iklim
Wonosobo beriklim tropis dengan dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Suhu udara rata-rata 24 – 30o C di siang hari, turun
menjadi 20 o C pada malam hari. Pada bulan Juli – Agustus turun
menjadi 12 – 15 o C pada malam hari dan 15 – 20 o C
di siang hari. Rata-rata hari hujan adalah 196 hari, dengan curah hujan
rata-rata 3.400 mm, tertinggi di Kecamatan Garung (4.802 mm) dan
terendah di Kecamatan Watumalang (1.554 mm).
b. Jenis Tanah
Keadaan tanah di Kabupaten Wonosobo dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
▪ Tanah
andosol (25%) terdapat di Kecamatan Kejjar, sebagai Kecamatan Garung, Kecamatan
Mojotengah, Kecamatan Watumalang, Kecamatan Kertek dan Kecamatan Kalikajar.
▪ Tanah
Regosol (40%) terdapat di Kecamatan Kertek, Kecamatan Sapuran, Kecamatan
Kalikajar, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Watumalang dan Kecamatan Garung.
▪ Tanah
Podsolik (35%) terdapat di Kecamatan Selomerto, Kecamatan Leksono dan Kecamatan
Sapuran.
Jenis tanah di Kabupaten
Wonosobo meliputi tanah andosol seluar 10.817,7 ha, tanah regosol
seluas 19.372,7 ha, tanah latosol seluas 63.043,4 ha, tanah argonosol
seluas 761,1 ha, mediterian merah kuning seluas 3.054 ha dan
gramosol seluas 1.778,6 ha.
Dilihat dari aspek
topografi, Kabupaten Wonosobo bisa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu, daerah
dengan ketinggian 250–500 m dpl seluas 33,33% dari seluruh wilayah. Daerah
dengan ketinggian 500–1.000 m dpl seluas 50,00% dari seluruh areal dan daerah
dengan ketinggian > 1.000 m dpl seluas 16,67% dari seluruh wilayah,
sehingga menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wajah Kabupaten.
Kabupaten Wonosobo sebagai daerah yang terletak di
sekitar gunung api muda menyebabkan tanah di Wonosobo termasuk subur. Hal ini sangat mendukung pengembangan pertanian, sebagai mata pencaharian
utama masyarakat Wonosobo.Namun demikian karena topografinya dengan lembah
yang masih curam. menyebabkan sering timbul bencana alam seperti tanah longsor.
Sejarah Kabupaten Wonosobo
Berdasarkan cerita rakyat, pada
sekitar abad XVII tersebutlah tiga orang pengelana yang masing-masing bernama
Kyai Kolodete, Kyai Karim dan Kyai Walik, mulai merintis suatu pemukiman di
Wonosobo
Selanjutnya Kyai Kolodete berada di
dataran tinggi Dieng, Kyai Karim berada di daerah Kalibeber dan Kyai Walik
berada di sekitar Kota Wonosobo sekarang ini. Sejak saat itu daerah didaerah
ini mulai berkembang, tiga orang tokoh tersebut dianggap sebagai "cikal
bakal" dari masyarakat Wonosobo yang dikenal sekarang ini. Makin lama
daerah ini semakin berkembang, sehingga semakin ramai. Dikemudian hari dikenal
beberapa nama tokoh penguasa daerah Wonosobo yang pusat pemerintahannya
diSelomanik. Dikenal pula tokoh bernama Tumenggung Wiroduta di Pacekelan
Kalilusi, yang selanjutnya dipindahkan k eLedok atau Plobangan saat ini.
Salah seorang cucu Kyai Karim juga
disebut sebagai salah seorang penguasa di Wonosobo. Cucu Kyai Karim tersebut
dikenal sebagai Ki Singowedono yang telah mendapat hadiah satu tempat di
Selomerto dari Keraton Mataram serta diangkat menjadi penguasa daerah ini,
namanya berganti menjadi Tumenggung Jogonegoro. Pada masa ini pusat kekuasaan dipindahkan
ke Selomerto. Setelah meninggal dunia Tumenggung Jogonegoro dimakamkan di desa
Pakuncen.
Pada Awal abad XVIII agama Islam
sudah mulai berkembang luas didaerah Wonosobo. Seorang tokoh penyebar agama
Islam yang sangat terkenal masa itu adalah Kyai Asmarasufi yang dikenal pula
sebagai menantu Ki Wiroduta salah seorang penguasa Wonosobo. Kyai Asmarasufi
pendiri masjid Dukuh Bendosari dipercaya sebagai "Cikal Bakal" atau
tokoh yang kemudian menurunkan para ulama islam dan pemilik Pondok Pesantren
terkenal yang ada di Wonosobo pada masa berikutnya seperti Kyai Ali Bendosari,
Kyai Sukur Soleh, Kyai Mansur Krakal, Kyai Abdulfatah Tegalgot, Kyai Soleh
Pencil, Kyai As'ari, Kyai Abdulfakih, Kyal Muntaha dan Kyai Hasbullah.
Selanjutnya pada masa antara tahun 1825 s/d 1830 atau tepatnya pada masa perang
Pangeran Diponegoro, Wonosobo merupakan salah satu medan pertempuran yang
penting dan bersejarah yang juga merupakan salah satu basis pertahanan pasukan
pendukung Pangeran Diponegoro, dengan kondisi alam yang menguntungkan serta
dukungan masyarakat yang sangat besar terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro.
Sebagai contoh adalah medan-medan pertempuran seperti Gowong, Ledok, Sapuran,
Plunjaran, Kertek, dan sebagainya. Disamping itu dikenal pula beberapa tokoh
penting di Wonosobo yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan
kekuasaan kolonil Belanda. Tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah Imam Misbach
atau dikemudian hari dikenal dengan nama Tumenggung Kerto Sinuwun, Mas Lurah
atau Tumenggung Mangunnegaran, Gajah Permodo dan Ki Muhamad Ngarpah. Ki Muhamad
Ngarpah adalah salah seorang tokoh penting yang mendukung perjuangan Pangeran
Diponegoro di Wonosobo.
Perjuangan Muhamad Ngarpah tidak
terbatas di daerah Wonosobo saja melainkan di daerah Purworejo, Magelang,
Klaten dsb. Akan tetapi keberadaan beliau sangat penting dalam sejarah
Wonosobo. Muhamad Ngarpah bersama-sama Mulyosentiko memimpin pasukan pendukung
Pangeran Diponegoro menghadang pasukan belanda di Logorok dekat Pisangan
Yogyakarta.
Dalam pertempuran di Logorok
tersebut Ki Muhamad Ngarpah bersama-sama Ki Mulyosentiko beserta pasukannya
berhasil menewaskan ratusan tentara belanda termasuk 40 orang tentara Eropa.
Disamping itu berhasil pula mengambil "Emas Lantakan" senilai 28.000
gulden pada saat itu. Pada pencegatan di Logorok ini Belanda mengalami
kekalahan, sehingga hanya beberapa orang serdadu yang dapat melarikan diri.
Menurut catatan sejarah, kemenangan
Muhamad Ngarpah serta para pendukungnya itu adalah merupakan "Kemenangan
Pertama" pasukan pendukung Pangeran diponegoro. Maka berdasarkan
"keberhasilan" itu Pangeran Diponegoro memberi nama Setjonegoro kepada
Muhamad Ngarpah dan nama Kertonegoro
kepada Mulyosentiko. Selanjutnya Setjonegoro diangkat sebagai penguasa Ledok
dengan gelar Tumenggung
Setjonegoro. Pada masa-masa berikutnya Setjonegoro terus aktif
mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, bersama-sama dengan tokoh-tokoh
pendukung Pangeran Diponegoro lainnya seperti Ki Muhamad Bahrawi atau Muhamad
Ngusman Libasah, Muhamad Salim, Ngabdul Latip dan Kyai Ngabdul Radap.
Dalam pertempuran di Ledok dan
sekitarnya, Tumenggung Setjonegoro mengerahkan 1.000 orang prajurit yang
dipimpin oleh Mas Tumenggung Joponawang untuk menghadapi serbuan Belanda.
Tumenggung Seconegoro juga pernah mendapat tugas dari Pangeran Diponegoro untuk
mengepung benteng Belanda di Bagelan. Dalam pertempuran dengan Belanda didaerah
Kedu mengakibatkan terbunuhnya pemimpin pasukan Belanda Letnan de Bruijn.
Selain itu Setjonegoro dan Kertonegoro juga terlibat dalam pertempuran di
daerah Delanggu, mereka memimpin pasukan di daerah Landur untuk menghadang
pasukan Belanda yang datang dari Klaten.
Eksistensi kekuasaan Setjonegoro
didaerah Ledok ini dapat dilihat lebih jauh dari berbagai sumber termasuk
laporan Belanda yang dibuat setelah perang Diponegoro selesai. Disebutkan pula
bahwa Setjonegoro adalah Bupati yang memindahkan pusat kekuasaan dari Selomerto
ke kawasan Kota Wonosobo sekarang ini.
Dari hasil seminar hari jadi
Kabupaten Wonosobo tanggal 28 April 1994 yang dihadiri oleh Tim Peneliti Hari
Jadi Kabupaten Wonosobo dan Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, Muspida,
Sesepuh dan Pinisepuh Wonosobo termasuk yang ada di Jakarta, Semarang dan
Yogyakarta, Pimpinan DPRD dan Pimpinan Komisi serta Instansi di Tingkat II
Wonosobo, maka Hari Jadi Kabupaten
Wonosobo jatuh pada tanggal 24 Juli
1825, dan ini bahkan telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (PERDA)
dalam sidang pleno DPRD II Wonosobo tanggal 11 Juli 1994.
Dipilihnya tanggal tersebut adalah
erat hubungannya dengan peristiwa "Kemenangan Pertama" pasukan
pendukung Pangeran Diponegoro yang dipimpin oleh Muhamad Ngarpah atau
Tumenggung Setjonegoro di Logorok. Walaupun serangan yang berhasil itu tidak
terjadi di wilayah Wonosobo, akan tetapi peristiwa itulah yang mengangkat karier
Muhamad Ngarpah sehingga diangkat sebagai penguasa Ledok dengan gelar
Tumenggung Setjonegoro.
Adapun Penguasa/Kepala Pemerintah
Kabupaten/Kabupaten Dati II Wonosobo dari tahun 1825 sampai dengan sekarang
adalah:
1
|
Tumenggung R.
Setjonegoro
|
1825 - 1832
|
2
|
Tumenggung R.
Mangoen Koesoemo
|
1832 - 1857
|
3
|
Tumenggung R.
Kertonegoro
|
1857 - 1863
|
4
|
Tumenggung R. Tjokro
Hadisoerjo
|
1863 - 1889
|
5
|
Tumenggung R. Soerjo
Hadi Koesoemo
|
1889 - 1898
|
6
|
Tumenggung R. Soerjo
Hadinagoro
|
1898 - 1919
|
7
|
Adipati/Bupati KDH
R.A.A Sosrodiprojo
|
1920 - 1944
|
8
|
Bupati R. Singgih
Hadipoerno
|
1944 - 1946
|
9
|
Bupati R. Soemindro
|
1946 - 1950
|
10
|
Bupati R.Kadri
|
1950 - 1954
|
11
|
Bupati R. Oemar
Soerjokoesoemo
|
1955
|
12
|
Bupati R. Sangidi
Hadisoetirto
|
1955 - 1957
|
13
|
Ka. Daerah Rapingoen
Wimbo Hadi Soejono
|
1957 - 1959
|
14
|
Bupati R. Wibowo
Helly
|
1960 - 1967
|
15
|
Bupati KDH Drs. R.
Drodjat A.N.S
|
1967 - 1974
|
16
|
Pj. Bupati KDH R.
Marjaban
|
|
17
|
Bupati KDH Drs.
Soekanto
|
1975 - 1985
|
18
|
Bupati KDH Drs.
Poedjihardjo
|
1985 - 1990
|
19
|
Bupati KDH Drs. H.
Soemadi
|
1990 - 1995
|
20
|
Bupati KDH Drs. H.
Margono
|
1995 - 2000
|
21
|
Bupati Drs. H.
Trimawan Nugrohadi, M.Si
Wakil Bupati Drs. H. Kholiq Arif |
1995 - 2000
|
22
|
Bupati Drs. H. Abdul
Kholiq Arif, M.Si
Wakil Bupati Drs. H.Muntohar, MM |
2005 - 2010
|
23
|
Bupati Drs. H. Abdul
Kholiq Arif, M.Si
Wakil Bupati Dra. Hj. Maya Rosida, MM |
2010 - Sekarang
|
Tempat-tempat
Wisata di Wonosobo
Agrowisata Tambi
Tempat Wisata Wonosobo
di Desa Tambi, Desa Bedakah, dan Desa Tanjungsari, seluas 829 ha, berhawa
sejuk, dilengkapi pondok, pemancingan, taman bermain, dan pabrik teh.
Air Terjun Sikarim
Tempat Wisata Wonosobo
di Desa Mlandi, Kecamatan Garung, 20 km dari Kota Wonosobo, dengan ketinggian
air 80 m, dan latar belakang perbukitan.
Batu Belik Cundamanik
Tempat Wisata Wonosobo
yang lokasinya berada di sebelah Gua Jaran dan banyak digunakan orang untuk
bertapa dengan tujuan mencari keselamatan.
Batu Tulis
Tempat Wisata Wonosobo
di kompleks Telaga Warna berupa sebuah bukit cadas kecil yang ditumbuhi
pepohonan dengan patung Gajah Mada berwarna keemasan.
Curug Winong
Tempat Wisata Wonosobo
di Dusun Temanggung, Desa Winongsari, Kecamatan Kaliwiro Kabupaten, konon ada
penunggunya yang bernama Eyang Kertasuta
Darmasala
Tempat Wisata Wonosobo
di komplek Candi Arjuna, terdiri dari ompak-ompak bekas bangunan yang
diperkirakan sebagai pusat pendidikan dan asrama perguruan bagi pemeluk agama
Hindu.
Dieng Plateu Theatre
Tempat Wisata Wonosobo
di Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, yang berada di atas Telaga Warna dimana
pengunjung bisa melihat film dokumenter “Dieng Negeri Khayangan” dengan durasi
20 menit.
Gardu Pandang Dieng
Tempat Wisata Wonosobo
yang berada 17 km from Wonosobo, untuk melihat panorma matahari terbit (Golden
Sunrise), dan pedesaan, Sungai Serayu dan perbukitan.
Gua Jaran
Tempat Wisata Wonosobo
di kawasan Telaga Warna, konon merupakan pertapaan Resi Kendaliseto, dan pada
gua terdapat bagian yang berbentuk seperti kepala kuda.
Gua Jimat
Tempat Wisata Wonosobo
di sebelah kanan jalan menuju Sumur Jalatunda, sebelum masuk Desa Pekasiran,
disebut Gua Upas oleh penduduk, dan hanya dilihat dari jarak jauh.
Gua Semar
Tempat Wisata Wonosobo
di kawasan Telaga Warna, dengan patung Semar di depan mulut gua; memiliki
panjang 4 m dengan dinding batu dan biasa digunakan untuk meditasi.
Gua Sumur
Tempat Wisata Wonosobo
yang berada sekitar 20 m dari Gua Semar, di depan Gua ini terdapat arca wanita
membawa kendi, di dalam gua terdapat mata air yang disebut “Tirta Prawitasari”.
Gunung Kembang
Tempat Wisata Wonosobo
di Desa Tlogojati, ada petilasan Ki Ageng Selomanik, Air Terjun Sikrengseng,
Batu Putih, Lembah Bima Pengkok, Gua dan Telaga Kembang.
Gunung Sikunir
Tempat Wisata Wonosobo
di Desa Sembungan, Kec Kejajar, untuk menyaksikan matahari terbit berlatar
belakang Sindoro dan Sumbing; bisa trekking 2-3 jam, atau dengan ojek.
Kawah Sikidang
Tempat Wisata Wonosobo
yang merupakan kawah terbesar di Dieng dengan kepundan bisa dilihat dari tepi
kawah, dan selalu muncul melompat-lompat seperti seekor kijang.
Kebun Karanggantung
Tempat Wisata Wonosobo
di Desa Selomerto, Kecamatan Selomerto, 6 km dari Kota Wonosobo, merupakan
kebun bambu dengan latar belakang Batu Tua yang bernama Watu Tedeng.
OASE (Obyek Wisata Air Telaga Sewiwi)
Tempat Wisata Wonosobo
yang berada di sebelah kiri jalan menuju ke Desa Wisata Kepakisan, sekitar 2 km
dari Dataran Tinggi Dieng.
Pertapaan Mandalasari
Tempat Wisata Wonosobo
di sebuah pulau diantara Telaga Warna dan Pengilon, dengan Gua Jaran, Gua Semar
(sering untuk meditasi), dan Gua Sumur (mata air Tirta Perwitasari).
Sendang Sedayu
Tempat Wisata Wonosobo
di sebelah Utara Darmasala, berupa 3 sumur kuno segi empat, yang digunakan
untuk keramas anak-anak berambut gimbal sebelum tradisi cukur rambut gimbal
dilakukan.
Telaga Menjer
Tempat Wisata Wonosobo
di Desa Maron, Kecamatan Garung, 12 km dari Kota Wonosobo, telaga terluas di
Wonosobo, pada ketinggian 1300 m dpl.
Telaga Pengilon
Tempat Wisata Wonosobo
yang berada tidak jauh dari Telaga Warna, berukuran lebih kecil, dengan air
jernih seperti cermin, yang konon bisa untuk mengetahui isi hati manusia.
Telaga Warna
Waduk Wadaslintang |
Tuk Bimolukar
Tempat Wisata Wonosobo
yang berada tepat sebelum memasuki kawasan Dieng, di sebelah kanan jalan,
merupakan sumber mata air di hulu dari Sungai Serayu, dengan dua pancuran air
batu purba.
Waduk Wadaslintang
Tempat Wisata Wonosobo
di wilayah perbatasan Kabupaten Kebumen dan Wonosobo, yang merupakan waduk
terbesar di Asia Tenggara dengan luas genangan 3.000 Ha.
Kesenian Khas Wonosobo
Tari Kuda Kepang |
Penarinya biasanya perempuan. Di daerah lain kesenian ini ada yang menyebut Kuda lumping, Ebeg dsb. namun penarinya pada umumnya laki-laki dan ada atraksi trans dengan makan beling, api, padi dan lain-lain yang cukup menegangkan.
Kesenian Lengger
Berasal dari kata “Le” panggilan untuk anak
laki-laki dan “ger” membuat geger atau ramai. Karena memang awalnya tarian
lengger dibawakan oleh seorang anak laki-laki yang dirias seperti wanita. Mengawali
Tarian Lengger biasanya dimulai dengan :
- Tarian Gameyong : Tarian ucapan selamat datang
- Tarian Sulasih : Tarian mengundang roh bidadari
- Tarian Kinayakan : Tarian yang dibawakan dgn perasaan halus
- Tarian Bribil : menggambarkan rasa terimakasih
- Tarian Samiran : menggambarkan wanita bersolek karena rindu
- Tarian Rangu-rangu : Pada tarian ini penari kemasukan roh jahat
- Tari Kebo Giro : Tarian ini bersifat ganas dan kasar
- Tari Kembang Jeruk : Menggambarkan penari kemasukan roh kera
- Tarian Gonos : Tarian ini bersifat lucu
Tari Angguk
Ilustrasi: Tari Angguk |
Tari Cepetan
Dinamakan tari cepetan karena wajah para penarinya
di corang–coreng (Jawa =cepat-cepot), namun dalam perkembangannya tidak
lagi di coreng-coreng tapi hanya dengan menggunakan kain penutup. Lagu yang dibawakan
berbahasa Indonesia yang kurang sempurna dan bernafaskan Islami.
Tari Bangilon
Tarian keprajuritan dengan kacamata hitam bulat
sebagai ciri khasnya. Untuk mengiringi tarian mereka bernyanyi bersama-sama
yang diambil dari kitab berjanji yang disadur sedemikian rupa.
Kesenian Bundengan
Sebuah bentuk kesenian yang sudah sangat langka dan
mungkin satu-satunya di Wonosobo atau bahkan di Indonesia, alat yang digunakan
adalah sebuah Koangan (Alat untuk Angon Bebek) yang terbuat dari pelepah
bamboo (Clumpring=Jawa) serta ijuk dan biasa digunakan untuk menyanyi
penggembala ternak angsa, kemudian dalam perkembangannya bisa untuk mengiringi
berbagai jenis nyanyian pop, dangdut, qosidah dan bahkan bisa mengiringi tarian
lengger.
Kesenian Tradisional lainnya
Di Kabupaten Wonosobo banyak terdapat kesenian
tradisional lain yang jumlahnya mencapai 1.000 lebih kelompok kesenian
tradisional dengan aneka warna dan budaya yang sangat layak untuk dinikmati,
memiliki jenis kesenian tradisional antara lain seperti : Badutan, Bambu
Runcing, Bangilun, Bugisan, Cekak Mondol, Dayakan, Dagelan Punokawan, Madyo
Pitutur, Panembromo, Pentulan, Srandul, Thek Ethek Kampling, Turonggo Baras dan
lain sebagainnya yang sudah sangat langka tetapi masih tumbuh berkembang di
Wonosobo.
Benda Cagar budaya
Banyaknya benda cagar budaya yang tersebar
dimana-mana di seluruh wilayah Kabupaten Wonosobo merupakan bukti nyata seperti
Jalan setapak yang terbuat dari batu berundak menuju Dataran Tinggi Dieng yang
disebut dengan “Ondho Budho“ (http://e-wonosobo.com).
Vestifal Balon Udara Tradisional
Di
Wonosobo hampir setiap tahun dalam rangka memperingati hari jadi Kabupaten
Wonosobo atau HUT RI selalu diadakan vestifal balon udara tradisional yang
berwarna warni. Kegiatan ini sangat disukai oleh warga maupun wisatawan luar
daerah.
Kuliner
Khas Wonosobo
Berbagai
macam kuliner yang terkenal di Wonosobo ialah: Mie Ongklok Wanasaba, Sate Tahu,
Sagon Bakar, Kripik Jamur, Tempe Kemul, Kacang Dieng, Sirop Carica Dieng, dll.
Mie
Ongklok
Mie Ongklok |
Tempe Kemul
Adalah salah satu makanan khas Wonosobo, walaupun
didaerah lain banyak dijumpai tempe kemul. dibeberapa daerah, tempe kemul
dikenal dengan istilah mendoan. hanya saja mendoan umumnya dimasak setengah
matang. tempe kemul merupakan makanan ringan yang terbuat dari tempe yang
digoreng dengan dibalut gandum.
Tempe kemul salah satu makanan yang sangat digemari
masyarakat Wonosobo juga turis, baik mancanegara atau domestik. pada umumnya
tempe kemul disajikan dalam keadaan panas ditambah lalapan berupa cabe rawit.
tempe kemul di daerah wonosobo menjadikan suatu
tradisi tersendiri. seperti acara pengajian, kumpulan PKK, gotong royong dan
acara - acara lain sudah pasti tempe kemul menjadi jamuan utama. jika anda penasaran
bagaimana rasanya tempe kemul anda bisa membuat sendiri dirumah.
Kacang Dieng
Sering kali di sebut juga kacang bandung tapi
yang tidak lazim kacang dieng di sebut di daerah asalnya dengan istilah kacang
babi (kaya binatang ajaya) yah tapi sudah lazim di telinga penduduk lokal terutaa
daerah dataran tinggi dieng dan Wonosobo.
Kacang Dieng |
Soal rasa boleh dicoba, karena lidah tak pernah bohong
(Ungkapan ini tak hanya berlaku untuk salah satu iklan produk makanan di TV,
tapi juga berlaku untuk kacang dieng). kacang babi (kacang dieng) termasuk
jenis kuliner/ makanan ringan yang terkenal akan kelezatanya, rasanya yang
gurih juga mengandung nilai gizi tinggi.
Sagon bakar Wonosobo |
Carica Syrup
Merupakan Manisan Buah Papaya Gunung Khas Dieng
Wonosobo. Memiliki Rasa Yang Khas Dan Unik. Sekilas Merupakan Perpaduan Aneka
Buah Dalam Satu Gigitan.
Carica Syrup Di Proses Secara Higienis Melalui
Beberapa Tahap Sterilisasi Dan Vacum Processing Membuat Produk Carica Ini Tahan
Lama Meskipun Tanpa Menggunakan Bahan Pengawet
Kandungan Serat Alaminya Sangat Bagus Dan Bermanfaat
Untuk Tubuh Yang Meliputi : Karotien, Vitamin C Dan Flatonoid Sebagai Zat Anti
Kanker, Enzim Papain Yang Mampu Memecah Serat Makanan Sisa Dan Memudahkan BAB,
Enzim Caricaksantin Sebagai Penghambat Pembentukan Violaksantin Empedu (Sifat
Asam), Enzim Khimopapain Untuk Mengatasi Sakit Nyeri Pada Punggung,
Glicopeptidase B Dan Lisosim, Kalium Dan Magnesium Meniral Yang Sangat
Dibutuhkan Oleh Tubuh
Hotel
di Wonosobo
1. Arjuna Hotel Wonosobo
Sindoro 7-A.
0286-321389
Sindoro 7-A.
0286-321389
2. Asri Hotel Wonosobo
Resimen XVIII 9-11.
0286-322476
Resimen XVIII 9-11.
0286-322476
3. Bhima Hotel Wonosobo
A Yani 4
0286-321449
A Yani 4
0286-321449
4. Catur Putra Hotel di Wonosobo
Raya Mertoyudan
0286-325913
Raya Mertoyudan
0286-325913
5. Dewi Hotel di Wonosobo
A Yani 90-A.
0286-321813
A Yani 90-A.
0286-321813
6. Dieng Hotel di Wonosobo
Bhayangkara 39.
0286-322035
Bhayangkara 39.
0286-322035
7. Duta Pondi Wisata Hotel Wonosobo
Rumah Sakit 3.
0286-321674
Rumah Sakit 3.
0286-321674
8. Gallery Kresna Hotel Wonosobo
Pasukan Ronggolawe 30.
0286-324 111
Pasukan Ronggolawe 30.
0286-324 111
9. Jawa Tengah Losmen Wonosobo
A Yani 62.
0286-323007
A Yani 62.
0286-323007
10. Nirwana Hotel Wonosobo
Resimen XVIII 36.
0286-321066
Resimen XVIII 36.
0286-321066
11. Parama Hotel di Wonosobo
A Yani 96.
0286-321788
A Yani 96.
0286-321788
12. Petra Hotel di Wonosobo
A Yani 97.
0286-321152
A Yani 97.
0286-321152
13. Sindoro Hotel di Wonosobo
Sumbing 14.
0286-321179
Sumbing 14.
0286-321179
14. Sri Kencono Hotel di Wonosobo
A Yani 81.
0286-321522
A Yani 81.
0286-321522
15. Surabaya Hotel Wonosobo
Dieng 14.
0286-321181
Dieng 14.
0286-321181
16. Surya Asia Hotel Wonosobo
A Yani 137.
0286-322992
A Yani 137.
0286-322992
17. Widuri Hotel Wonosobo
Resimen XVIII 44.
0286-322585
Resimen XVIII 44.
0286-322585
Berlanjut
ke Sesi berikutnya.......