Yoo.. Hindari Perilaku Korup...!!

Sabtu, 06 Juli 2013

WISATA KABUPATEN WONOSOBO (Sesi Kelima)

Geososiografi

Wonosobo berjarak 120 km dari ibukota Jawa Tengah (Semarang) dan 520 km dari Ibu Kota Negara (Jakarta), berada pada rentang ketinggian 250 dpl – 2.250 dpl dengan dominasi pada rentang 500 dpl – 1.000 dpl sebesar 50% (persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo dengan posisi spasial berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada diantara jalur pantai utara dan jalur pantai selatan. Selain itu menjadi bagian terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan Buntu-Pringsurat yang memberi akses dari dan menuju dua jalur strategis nasional tersebut.

Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 70.43’.13” dan 70.04’.40” garis Lintang Selatan (LS) serta 10.90.43’.19” dan 11.00.04’.40” garis Bujur Timur (BT), dengan luas 98.468 ha (984,68 km2) atau 3,03 % luas Jawa Tengah.

Secara administratif Wonosobo berbatasan langsung dengan enam kabupaten, yaitu: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang; Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Magelang; Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen; Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen.

Kabupaten Wonosobo memiliki luas 98.468 hektar (984,68 km2) atau 3,03% (persen) dari luas Jawa Tengah dengan komposisi tata guna lahan terdiri atas tanah sawah mencakup 18.696,68 ha (18,99 %), tanah kering seluas 55.140,80 ha (55,99.%), hutan negara 18.909,72 ha (19.20.%), perkebunan negara/swasta 2.764,51 ha (2,80.%) dan lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01.%).


Festival Tahunan Balon Tradisional Wonosobo

Kondisi Geografi

a. Letak
Kabupaten Wonosobo berjarak 120 km dari ibukota Jawa Tengah (Semarang) dan 520 km dari Ibu Kota Negara (Jakarta), berda pada rentang 250 dpl – 2.250 dpl dengan dominasi pada rentang 500 dpl – 1.000 dpl sebesar 50% (persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo dengan posisi spasial berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada diantara jalur pantai utara dan jalur pantai selatan. Selain itu menjadi bagian terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan Buntu-Pringsurat yang memberi akses dari dan menuju dua jalur strategis nasional tersebut.
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 70.43’.13” dan 70.04’.40” garis Lintang Selatan (LS) serta 1090.43’.19” dan 1100.04’.40” garis Bujur Timur (BT), dengan  luas 98.468 ha (984,68 km2) atau 3,03 % luas Jawa Tengah.

b. Batas Wilayah
Secara administratif Wonosobo berbatasan langsung dengan enam kabupaten, yaitu:

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kendal  dan Kabupaten Batang;
▪  Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Magelang;
▪  Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen;
  Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen.

c.  Luas Wilayah
Kabupaten Wonosobo memiliki luas 98.468 hektar (984,68 km2) atau 3,03% (persen) dari luas Jawa Tengah dengan komposisi tata guna lahan terdiri atas tanah sawah mencakup 18.696,68 ha (18,99 %), tanah kering seluas 55.140,80 ha (55,99.%), hutan negara 18.909,72 ha (19.20.%), perkebunan negara/swasta 2.764,51 ha (2,80.%) dan lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01.%).

Kondisi Geologi

a.  Iklim
Wonosobo beriklim tropis dengan dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Suhu udara rata-rata 24 – 30o  C di siang hari, turun menjadi 20 o C pada malam hari. Pada bulan Juli – Agustus turun menjadi 12 – 15 o  C pada malam hari dan 15 – 20 o  C di siang hari. Rata-rata hari hujan adalah 196 hari, dengan curah hujan rata-rata   3.400 mm, tertinggi di Kecamatan Garung (4.802 mm) dan terendah di Kecamatan Watumalang (1.554 mm).

b.  Jenis Tanah
Keadaan tanah di Kabupaten Wonosobo dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  Tanah andosol (25%) terdapat di Kecamatan Kejjar, sebagai Kecamatan Garung, Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Watumalang, Kecamatan Kertek dan Kecamatan Kalikajar.
  Tanah Regosol (40%) terdapat di Kecamatan Kertek, Kecamatan Sapuran, Kecamatan Kalikajar, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Watumalang dan Kecamatan Garung.
Tanah Podsolik (35%) terdapat di Kecamatan Selomerto, Kecamatan Leksono dan Kecamatan Sapuran.

Jenis tanah di Kabupaten Wonosobo meliputi tanah andosol seluar 10.817,7 ha, tanah regosol seluas 19.372,7 ha, tanah latosol seluas 63.043,4 ha, tanah argonosol seluas 761,1 ha, mediterian merah kuning seluas 3.054 ha dan gramosol seluas 1.778,6 ha.

Dilihat dari aspek topografi, Kabupaten Wonosobo bisa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu, daerah dengan ketinggian 250–500 m dpl seluas 33,33% dari seluruh wilayah. Daerah dengan ketinggian 500–1.000 m dpl seluas 50,00% dari seluruh areal dan daerah dengan ketinggian > 1.000 m dpl  seluas 16,67% dari seluruh wilayah, sehingga menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wajah Kabupaten.
Kabupaten Wonosobo sebagai daerah yang terletak di sekitar gunung api muda  menyebabkan tanah di Wonosobo termasuk subur. Hal ini sangat mendukung pengembangan pertanian, sebagai mata pencaharian utama masyarakat Wonosobo.Namun demikian karena topografinya dengan lembah yang masih curam. menyebabkan sering timbul bencana alam seperti tanah longsor.
 
Sejarah Kabupaten Wonosobo

Berdasarkan cerita rakyat, pada sekitar abad XVII tersebutlah tiga orang pengelana yang masing-masing bernama Kyai Kolodete, Kyai Karim dan Kyai Walik, mulai merintis suatu pemukiman di Wonosobo
Selanjutnya Kyai Kolodete berada di dataran tinggi Dieng, Kyai Karim berada di daerah Kalibeber dan Kyai Walik berada di sekitar Kota Wonosobo sekarang ini. Sejak saat itu daerah didaerah ini mulai berkembang, tiga orang tokoh tersebut dianggap sebagai "cikal bakal" dari masyarakat Wonosobo yang dikenal sekarang ini. Makin lama daerah ini semakin berkembang, sehingga semakin ramai. Dikemudian hari dikenal beberapa nama tokoh penguasa daerah Wonosobo yang pusat pemerintahannya diSelomanik. Dikenal pula tokoh bernama Tumenggung Wiroduta di Pacekelan Kalilusi, yang selanjutnya dipindahkan k eLedok atau Plobangan saat ini.

Salah seorang cucu Kyai Karim juga disebut sebagai salah seorang penguasa di Wonosobo. Cucu Kyai Karim tersebut dikenal sebagai Ki Singowedono yang telah mendapat hadiah satu tempat di Selomerto dari Keraton Mataram serta diangkat menjadi penguasa daerah ini, namanya berganti menjadi Tumenggung Jogonegoro. Pada masa ini pusat kekuasaan dipindahkan ke Selomerto. Setelah meninggal dunia Tumenggung Jogonegoro dimakamkan di desa Pakuncen.

Pada Awal abad XVIII agama Islam sudah mulai berkembang luas didaerah Wonosobo. Seorang tokoh penyebar agama Islam yang sangat terkenal masa itu adalah Kyai Asmarasufi yang dikenal pula sebagai menantu Ki Wiroduta salah seorang penguasa Wonosobo. Kyai Asmarasufi pendiri masjid Dukuh Bendosari dipercaya sebagai "Cikal Bakal" atau tokoh yang kemudian menurunkan para ulama islam dan pemilik Pondok Pesantren terkenal yang ada di Wonosobo pada masa berikutnya seperti Kyai Ali Bendosari, Kyai Sukur Soleh, Kyai Mansur Krakal, Kyai Abdulfatah Tegalgot, Kyai Soleh Pencil, Kyai As'ari, Kyai Abdulfakih, Kyal Muntaha dan Kyai Hasbullah. Selanjutnya pada masa antara tahun 1825 s/d 1830 atau tepatnya pada masa perang Pangeran Diponegoro, Wonosobo merupakan salah satu medan pertempuran yang penting dan bersejarah yang juga merupakan salah satu basis pertahanan pasukan pendukung Pangeran Diponegoro, dengan kondisi alam yang menguntungkan serta dukungan masyarakat yang sangat besar terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro. Sebagai contoh adalah medan-medan pertempuran seperti Gowong, Ledok, Sapuran, Plunjaran, Kertek, dan sebagainya. Disamping itu dikenal pula beberapa tokoh penting di Wonosobo yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan kekuasaan kolonil Belanda. Tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah Imam Misbach atau dikemudian hari dikenal dengan nama Tumenggung Kerto Sinuwun, Mas Lurah atau Tumenggung Mangunnegaran, Gajah Permodo dan Ki Muhamad Ngarpah. Ki Muhamad Ngarpah adalah salah seorang tokoh penting yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro di Wonosobo.

Perjuangan Muhamad Ngarpah tidak terbatas di daerah Wonosobo saja melainkan di daerah Purworejo, Magelang, Klaten dsb. Akan tetapi keberadaan beliau sangat penting dalam sejarah Wonosobo. Muhamad Ngarpah bersama-sama Mulyosentiko memimpin pasukan pendukung Pangeran Diponegoro menghadang pasukan belanda di Logorok dekat Pisangan Yogyakarta.

Dalam pertempuran di Logorok tersebut Ki Muhamad Ngarpah bersama-sama Ki Mulyosentiko beserta pasukannya berhasil menewaskan ratusan tentara belanda termasuk 40 orang tentara Eropa. Disamping itu berhasil pula mengambil "Emas Lantakan" senilai 28.000 gulden pada saat itu. Pada pencegatan di Logorok ini Belanda mengalami kekalahan, sehingga hanya beberapa orang serdadu yang dapat melarikan diri.

Menurut catatan sejarah, kemenangan Muhamad Ngarpah serta para pendukungnya itu adalah merupakan "Kemenangan Pertama" pasukan pendukung Pangeran diponegoro. Maka berdasarkan "keberhasilan" itu Pangeran Diponegoro memberi nama Setjonegoro kepada Muhamad Ngarpah dan nama Kertonegoro kepada Mulyosentiko. Selanjutnya Setjonegoro diangkat sebagai penguasa Ledok dengan gelar Tumenggung Setjonegoro. Pada masa-masa berikutnya Setjonegoro terus aktif mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, bersama-sama dengan tokoh-tokoh pendukung Pangeran Diponegoro lainnya seperti Ki Muhamad Bahrawi atau Muhamad Ngusman Libasah, Muhamad Salim, Ngabdul Latip dan Kyai Ngabdul Radap.

Dalam pertempuran di Ledok dan sekitarnya, Tumenggung Setjonegoro mengerahkan 1.000 orang prajurit yang dipimpin oleh Mas Tumenggung Joponawang untuk menghadapi serbuan Belanda. Tumenggung Seconegoro juga pernah mendapat tugas dari Pangeran Diponegoro untuk mengepung benteng Belanda di Bagelan. Dalam pertempuran dengan Belanda didaerah Kedu mengakibatkan terbunuhnya pemimpin pasukan Belanda Letnan de Bruijn. Selain itu Setjonegoro dan Kertonegoro juga terlibat dalam pertempuran di daerah Delanggu, mereka memimpin pasukan di daerah Landur untuk menghadang pasukan Belanda yang datang dari Klaten.

Eksistensi kekuasaan Setjonegoro didaerah Ledok ini dapat dilihat lebih jauh dari berbagai sumber termasuk laporan Belanda yang dibuat setelah perang Diponegoro selesai. Disebutkan pula bahwa Setjonegoro adalah Bupati yang memindahkan pusat kekuasaan dari Selomerto ke kawasan Kota Wonosobo sekarang ini.

Dari hasil seminar hari jadi Kabupaten Wonosobo tanggal 28 April 1994 yang dihadiri oleh Tim Peneliti Hari Jadi Kabupaten Wonosobo dan Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, Muspida, Sesepuh dan Pinisepuh Wonosobo termasuk yang ada di Jakarta, Semarang dan Yogyakarta, Pimpinan DPRD dan Pimpinan Komisi serta Instansi di Tingkat II Wonosobo, maka Hari Jadi Kabupaten Wonosobo jatuh pada tanggal 24 Juli 1825, dan ini bahkan telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (PERDA) dalam sidang pleno DPRD II Wonosobo tanggal 11 Juli 1994.

Dipilihnya tanggal tersebut adalah erat hubungannya dengan peristiwa "Kemenangan Pertama" pasukan pendukung Pangeran Diponegoro yang dipimpin oleh Muhamad Ngarpah atau Tumenggung Setjonegoro di Logorok. Walaupun serangan yang berhasil itu tidak terjadi di wilayah Wonosobo, akan tetapi peristiwa itulah yang mengangkat karier Muhamad Ngarpah sehingga diangkat sebagai penguasa Ledok dengan gelar Tumenggung Setjonegoro.

Adapun Penguasa/Kepala Pemerintah Kabupaten/Kabupaten Dati II Wonosobo dari tahun 1825 sampai dengan sekarang adalah:

1
Tumenggung R. Setjonegoro
1825 - 1832
2
Tumenggung R. Mangoen Koesoemo
1832 - 1857
3
Tumenggung R. Kertonegoro
1857 - 1863
4
Tumenggung R. Tjokro Hadisoerjo
1863 - 1889
5
Tumenggung R. Soerjo Hadi Koesoemo
1889 - 1898
6
Tumenggung R. Soerjo Hadinagoro
1898 - 1919
7
Adipati/Bupati KDH R.A.A Sosrodiprojo
1920 - 1944
8
Bupati R. Singgih Hadipoerno
1944 - 1946
9
Bupati R. Soemindro
1946 - 1950
10
Bupati R.Kadri
1950 - 1954
11
Bupati R. Oemar Soerjokoesoemo
1955
12
Bupati R. Sangidi Hadisoetirto
1955 - 1957
13
Ka. Daerah Rapingoen Wimbo Hadi Soejono
1957 - 1959
14
Bupati R. Wibowo Helly
1960 - 1967
15
Bupati KDH Drs. R. Drodjat A.N.S
1967 - 1974
16
Pj. Bupati KDH R. Marjaban

17
Bupati KDH Drs. Soekanto
1975 - 1985
18
Bupati KDH Drs. Poedjihardjo
1985 - 1990
19
Bupati KDH Drs. H. Soemadi
1990 - 1995
20
Bupati KDH Drs. H. Margono
1995 - 2000
21
Bupati Drs. H. Trimawan Nugrohadi, M.Si
Wakil Bupati Drs. H. Kholiq Arif
1995 - 2000
22
Bupati Drs. H. Abdul Kholiq Arif, M.Si
Wakil Bupati Drs. H.Muntohar, MM
2005 - 2010
23
Bupati Drs. H. Abdul Kholiq Arif, M.Si
Wakil Bupati Dra. Hj. Maya Rosida, MM
2010 - Sekarang

Tempat-tempat Wisata di Wonosobo

Agrowisata Tambi
Tempat Wisata Wonosobo di Desa Tambi, Desa Bedakah, dan Desa Tanjungsari, seluas 829 ha, berhawa sejuk, dilengkapi pondok, pemancingan, taman bermain, dan pabrik teh.

Air Terjun Sikarim
Tempat Wisata Wonosobo di Desa Mlandi, Kecamatan Garung, 20 km dari Kota Wonosobo, dengan ketinggian air 80 m, dan latar belakang perbukitan.

Batu Belik Cundamanik
Tempat Wisata Wonosobo yang lokasinya berada di sebelah Gua Jaran dan banyak digunakan orang untuk bertapa dengan tujuan mencari keselamatan.

Batu Tulis
Tempat Wisata Wonosobo di kompleks Telaga Warna berupa sebuah bukit cadas kecil yang ditumbuhi pepohonan dengan patung Gajah Mada berwarna keemasan.

Curug Winong
Tempat Wisata Wonosobo di Dusun Temanggung, Desa Winongsari, Kecamatan Kaliwiro Kabupaten, konon ada penunggunya yang bernama Eyang Kertasuta

Darmasala
Tempat Wisata Wonosobo di komplek Candi Arjuna, terdiri dari ompak-ompak bekas bangunan yang diperkirakan sebagai pusat pendidikan dan asrama perguruan bagi pemeluk agama Hindu.

Dieng Plateu Theatre
Tempat Wisata Wonosobo di Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, yang berada di atas Telaga Warna dimana pengunjung bisa melihat film dokumenter “Dieng Negeri Khayangan” dengan durasi 20 menit.

Gardu Pandang Dieng
Tempat Wisata Wonosobo yang berada 17 km from Wonosobo, untuk melihat panorma matahari terbit (Golden Sunrise), dan pedesaan, Sungai Serayu dan perbukitan.

Gua Jaran
Tempat Wisata Wonosobo di kawasan Telaga Warna, konon merupakan pertapaan Resi Kendaliseto, dan pada gua terdapat bagian yang berbentuk seperti kepala kuda.

Gua Jimat
Tempat Wisata Wonosobo di sebelah kanan jalan menuju Sumur Jalatunda, sebelum masuk Desa Pekasiran, disebut Gua Upas oleh penduduk, dan hanya dilihat dari jarak jauh.

Gua Semar
Tempat Wisata Wonosobo di kawasan Telaga Warna, dengan patung Semar di depan mulut gua; memiliki panjang 4 m dengan dinding batu dan biasa digunakan untuk meditasi.

Gua Sumur
Tempat Wisata Wonosobo yang berada sekitar 20 m dari Gua Semar, di depan Gua ini terdapat arca wanita membawa kendi, di dalam gua terdapat mata air yang disebut “Tirta Prawitasari”.

Gunung Kembang
Tempat Wisata Wonosobo di Desa Tlogojati, ada petilasan Ki Ageng Selomanik, Air Terjun Sikrengseng, Batu Putih, Lembah Bima Pengkok, Gua dan Telaga Kembang.

Gunung Sikunir
Tempat Wisata Wonosobo di Desa Sembungan, Kec Kejajar, untuk menyaksikan matahari terbit berlatar belakang Sindoro dan Sumbing; bisa trekking 2-3 jam, atau dengan ojek.

Kawah Sikidang
Tempat Wisata Wonosobo yang merupakan kawah terbesar di Dieng dengan kepundan bisa dilihat dari tepi kawah, dan selalu muncul melompat-lompat seperti seekor kijang.

Kebun Karanggantung
Tempat Wisata Wonosobo di Desa Selomerto, Kecamatan Selomerto, 6 km dari Kota Wonosobo, merupakan kebun bambu dengan latar belakang Batu Tua yang bernama Watu Tedeng.

OASE (Obyek Wisata Air Telaga Sewiwi)
Tempat Wisata Wonosobo yang berada di sebelah kiri jalan menuju ke Desa Wisata Kepakisan, sekitar 2 km dari Dataran Tinggi Dieng.

Pertapaan Mandalasari
Tempat Wisata Wonosobo di sebuah pulau diantara Telaga Warna dan Pengilon, dengan Gua Jaran, Gua Semar (sering untuk meditasi), dan Gua Sumur (mata air Tirta Perwitasari).

Sendang Sedayu
Tempat Wisata Wonosobo di sebelah Utara Darmasala, berupa 3 sumur kuno segi empat, yang digunakan untuk keramas anak-anak berambut gimbal sebelum tradisi cukur rambut gimbal dilakukan.

Telaga Menjer
Tempat Wisata Wonosobo di Desa Maron, Kecamatan Garung, 12 km dari Kota Wonosobo, telaga terluas di Wonosobo, pada ketinggian 1300 m dpl.

Telaga Pengilon
Tempat Wisata Wonosobo yang berada tidak jauh dari Telaga Warna, berukuran lebih kecil, dengan air jernih seperti cermin, yang konon bisa untuk mengetahui isi hati manusia.

Telaga Warna
Waduk Wadaslintang
Tempat Wisata Wonosobo di Desa Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, kawasan Dieng, dengan kandungan sulfur tinggi dan bisa berubah warna dari hijau, kuning dan biru.

Tuk Bimolukar
Tempat Wisata Wonosobo yang berada tepat sebelum memasuki kawasan Dieng, di sebelah kanan jalan, merupakan sumber mata air di hulu dari Sungai Serayu, dengan dua pancuran air batu purba.

Waduk Wadaslintang
Tempat Wisata Wonosobo di wilayah perbatasan Kabupaten Kebumen dan Wonosobo, yang merupakan waduk terbesar di Asia Tenggara dengan luas genangan 3.000 Ha.

Kesenian Khas Wonosobo

Tari Kuda Kepang
  
Tari Kuda Kepang
Dibawakan oleh 7 penari, 1 penari sebagai pemimpin (plandang) dan 6 penari sebagai prajurit pengikut. Tari ini mengamal legenda Raden Panji Asmara Bangun yang sedang mencari kekasihnya yang bernama Sekartaji.
Penarinya biasanya perempuan. Di daerah lain kesenian ini ada yang menyebut Kuda lumping, Ebeg dsb. namun penarinya pada umumnya laki-laki dan ada atraksi trans dengan makan beling, api, padi dan lain-lain yang cukup menegangkan.

Kesenian Lengger 
Berasal dari kata “Le” panggilan untuk anak laki-laki dan “ger” membuat geger atau ramai. Karena memang awalnya tarian lengger dibawakan oleh seorang anak laki-laki yang dirias seperti wanita. Mengawali Tarian Lengger biasanya dimulai dengan :

-  Tarian Gameyong : Tarian ucapan selamat datang
-  Tarian Sulasih : Tarian mengundang roh bidadari
-  Tarian Kinayakan : Tarian yang dibawakan dgn perasaan halus
-  Tarian Bribil : menggambarkan rasa terimakasih
-  Tarian Samiran : menggambarkan wanita bersolek karena rindu
-  Tarian Rangu-rangu : Pada tarian ini penari kemasukan roh jahat
-  Tari Kebo Giro : Tarian ini bersifat ganas dan kasar
-  Tari Kembang Jeruk : Menggambarkan penari kemasukan roh kera
-  Tarian Gonos : Tarian ini bersifat lucu 

Tari Angguk 
Ilustrasi: Tari Angguk
Tarian ini dinamakan angguk karena gerakannya yang mengangguk-angguk. Dengan kostum Wayang orang dan lagu bernafaskan Islam. 

Tari Cepetan 
Dinamakan tari cepetan karena wajah para penarinya di corang–coreng (Jawa =cepat-cepot), namun dalam perkembangannya tidak lagi di coreng-coreng tapi hanya dengan menggunakan kain penutup. Lagu yang dibawakan berbahasa Indonesia yang kurang sempurna dan bernafaskan Islami. 

Tari Bangilon 
Tarian keprajuritan dengan kacamata hitam bulat sebagai ciri khasnya. Untuk mengiringi tarian mereka bernyanyi bersama-sama yang diambil dari kitab berjanji yang disadur sedemikian rupa. 

Kesenian Bundengan 
Sebuah bentuk kesenian yang sudah sangat langka dan mungkin satu-satunya di Wonosobo atau bahkan di Indonesia, alat yang digunakan adalah sebuah Koangan (Alat untuk Angon Bebek) yang terbuat dari pelepah bamboo (Clumpring=Jawa) serta ijuk dan biasa digunakan untuk menyanyi penggembala ternak angsa, kemudian dalam perkembangannya bisa untuk mengiringi berbagai jenis nyanyian pop, dangdut, qosidah dan bahkan bisa mengiringi tarian lengger. 

Kesenian Tradisional lainnya 
Di Kabupaten Wonosobo banyak terdapat kesenian tradisional lain yang jumlahnya mencapai 1.000 lebih kelompok kesenian tradisional dengan aneka warna dan budaya yang sangat layak untuk dinikmati, memiliki jenis kesenian tradisional antara lain seperti : Badutan, Bambu Runcing, Bangilun, Bugisan, Cekak Mondol, Dayakan, Dagelan Punokawan, Madyo Pitutur, Panembromo, Pentulan, Srandul, Thek Ethek Kampling, Turonggo Baras dan lain sebagainnya yang sudah sangat langka tetapi masih tumbuh berkembang di Wonosobo. 

Benda Cagar budaya
Banyaknya benda cagar budaya yang tersebar dimana-mana di seluruh wilayah Kabupaten Wonosobo merupakan bukti nyata seperti Jalan setapak yang terbuat dari batu berundak menuju Dataran Tinggi Dieng yang disebut dengan “Ondho Budho“ (http://e-wonosobo.com).

Vestifal Balon Udara Tradisional
Di Wonosobo hampir setiap tahun dalam rangka memperingati hari jadi Kabupaten Wonosobo atau HUT RI selalu diadakan vestifal balon udara tradisional yang berwarna warni. Kegiatan ini sangat disukai oleh warga maupun wisatawan luar daerah.

Kuliner Khas Wonosobo

Berbagai macam kuliner yang terkenal di Wonosobo ialah: Mie Ongklok Wanasaba, Sate Tahu, Sagon Bakar, Kripik Jamur, Tempe Kemul, Kacang Dieng, Sirop Carica Dieng, dll.

Mie Ongklok
Mie Ongklok
Merupakan makanan khas Dieng. Wujudnya hampir menyerupai mie ayam. Bedanya, komposisi Mie Ongklok tidak ada daging ayamnya, yang unik dari jenis mie yang satu ini adalah bumbu kuahnya yang beda dari jenis mie-mie lain. Kuah Mie Ongklok terbuat dari Tepung Aci (Tepung yang diperoleh dari ekstraksi Singkong) yang diberi bumbu lazimnya Mie Ayam. Bagi yang lidahnya cocok rasa Mie Ongklok gurih, apalagi perpaduan dengan sayur Kubis khas Dieng yang manis, tahu kuning yang kenyal menambah rasa gurih Mie Ongklok. Sambal hijau yang ekstra pedas sangat cocok untuk dipadukan dengan Mie Ongklok ini. Cocok untuk disantap di tengah dinginnya malam suasana Dieng. Bagi anda yang ke Dieng, harus mencoba jenis Mie yang satu ini.

Tempe Kemul
Adalah salah satu makanan khas Wonosobo, walaupun didaerah lain banyak dijumpai tempe kemul. dibeberapa daerah, tempe kemul dikenal dengan istilah mendoan. hanya saja mendoan umumnya dimasak setengah matang. tempe kemul merupakan makanan ringan yang terbuat dari tempe yang digoreng dengan dibalut gandum.
Tempe Kemul
Tempe kemul salah satu makanan yang sangat digemari masyarakat Wonosobo juga turis, baik mancanegara atau domestik. pada umumnya tempe kemul disajikan dalam keadaan panas ditambah lalapan berupa cabe rawit.
tempe kemul di daerah wonosobo menjadikan suatu tradisi tersendiri. seperti acara pengajian, kumpulan PKK, gotong royong dan acara - acara lain sudah pasti tempe kemul menjadi jamuan utama. jika anda penasaran bagaimana rasanya tempe kemul anda bisa membuat sendiri dirumah.

Kacang Dieng
Sering kali di sebut juga kacang  bandung tapi yang tidak lazim kacang dieng di sebut di daerah asalnya dengan istilah kacang babi (kaya binatang ajaya) yah tapi sudah lazim di telinga penduduk lokal terutaa daerah dataran tinggi dieng dan Wonosobo.

Kacang Dieng
Kacang babi (kacang dieng) berasal dari tumbuh-tumbuhan sejenis kacang-kacngan yang hanya tumbuh dengan baik di dataran tinggi dieng, kacang ini memiliki bentuk yang unik, tidak seperti jenis kacang-kacangan lain. Bentuknya besar dan melebar dengan congor ditengah yang berwarna hitam.
Soal rasa boleh dicoba, karena lidah tak pernah bohong (Ungkapan ini tak hanya berlaku untuk salah satu iklan produk makanan di TV, tapi juga berlaku untuk kacang dieng). kacang babi (kacang dieng) termasuk jenis kuliner/ makanan ringan yang terkenal akan kelezatanya, rasanya yang gurih juga mengandung nilai gizi tinggi.
Sagon bakar Wonosobo
Pantas saja jika Kacang babi (kacang dieng) menjadi primadona di kalangan wisatawan, disamping harganya yang terjangkau kacang babi (Kacang Dieng) cocok untuk oleh-oleh atau sekedar untuk cemilan di perjalanan.

Carica Syrup
Merupakan Manisan Buah Papaya Gunung Khas Dieng Wonosobo. Memiliki Rasa Yang Khas Dan Unik. Sekilas Merupakan Perpaduan Aneka Buah Dalam Satu Gigitan.
Syrup Carica khas Dieng
Carica Syrup Di Proses Secara Higienis Melalui Beberapa Tahap Sterilisasi Dan Vacum Processing Membuat Produk Carica Ini Tahan Lama Meskipun Tanpa Menggunakan Bahan Pengawet
Kandungan Serat Alaminya Sangat Bagus Dan Bermanfaat Untuk Tubuh Yang Meliputi : Karotien, Vitamin C Dan Flatonoid Sebagai Zat Anti Kanker, Enzim Papain Yang Mampu Memecah Serat Makanan Sisa Dan Memudahkan BAB, Enzim Caricaksantin Sebagai Penghambat Pembentukan Violaksantin Empedu (Sifat Asam), Enzim Khimopapain Untuk Mengatasi Sakit Nyeri Pada Punggung, Glicopeptidase B Dan Lisosim, Kalium Dan Magnesium Meniral Yang Sangat Dibutuhkan Oleh Tubuh
  
Hotel di Wonosobo

1.  Arjuna Hotel Wonosobo
Sindoro 7-A.
0286-321389

2.  Asri Hotel Wonosobo
Resimen XVIII 9-11.
0286-322476

3.  Bhima Hotel Wonosobo
A Yani 4
0286-321449

4.  Catur Putra Hotel di Wonosobo
Raya Mertoyudan
0286-325913

5.  Dewi Hotel di Wonosobo
A Yani 90-A.
0286-321813

6.  Dieng Hotel di Wonosobo
Bhayangkara 39.
0286-322035

7.  Duta Pondi Wisata Hotel Wonosobo
Rumah Sakit 3.
0286-321674

8.  Gallery Kresna Hotel Wonosobo
Pasukan Ronggolawe 30.
0286-324 111

9.  Jawa Tengah Losmen Wonosobo
A Yani 62.
0286-323007

10. Nirwana Hotel Wonosobo
Resimen XVIII 36.
0286-321066

11. Parama Hotel di Wonosobo
A Yani 96.
0286-321788

12. Petra Hotel di Wonosobo
A Yani 97.
0286-321152

13. Sindoro Hotel di Wonosobo
Sumbing 14.
0286-321179

14. Sri Kencono Hotel di Wonosobo
A Yani 81.
0286-321522

15. Surabaya Hotel Wonosobo
Dieng 14.
0286-321181

16. Surya Asia Hotel Wonosobo
A Yani 137.
0286-322992

17. Widuri Hotel Wonosobo
Resimen XVIII 44.
0286-322585

Berlanjut ke Sesi berikutnya.......