Masyarakat Purbalingga bagian selatan dan Banyumas bagian timur khususnya yang berada di sekitar jembatan Linggamas menolak keberadaan peternakan babi di wilayahnya. Reaksi masyarakat semakin intents dan terus membesar bak bola salju. Penolakan ini didasari atas kesadaran warga akibat terjadinya pencemaran lingkungan oleh limbah kotoran babi yang tidak dikelola secara benar. Selama ini warga merasa telah dibodohi dengan berbagai macam cara oleh pengusaha babi beserta kroni-kroninya.
Dibawah ini beberapa pendapat dan sikap masyarakat Purbalingga dan Banyumas yang berhasil dihimpun:
1. Warga Kalianja dan Sokasada yang berlokasi di sekitar peternakan babi menanggapi permasalahan ini secara serius. Pada umumnya warga merasa terganggu dan kecewa dengan adanya peternakan babi di lingkungannya karena telah menimbulkan bau busuk sepanjang hari serta adanya kekhawatiran terhadap gangguan kesehatan yang disebabkan oleh limbah kotoran babi. Warga menjadi ragu menggunakan air di lingkungan kandang bahkan air sungai Klawing, mengingat limbah kotoran babi yang dibuang begitu saja tanpa memperhatikan ketentuan yang dipersyaratkan. Tuntutannya; peternakan babi hengkang dari lingkungannya. Silahkan di relokasi kemana, kami tidak melarang orang berusaha, yang penting tidak di wilayah sini.
Kami ingin beribadah dengan tenang, tidak terganggu oleh rasa was-was dan keraguan; apakah air yang kami pergunakan untuk keperluan sehari-hari mencari nafkah dan mandi maupun berwudu tidak terkontaminasi najis kotoran babi?
Kami juga takut terhadap penyebaran bibit penyakit (telur cacing pita dan parasit lainnya) yang berasal dari limbah kotoran babi tersebut yang tidak dikelola secara benar berdasarkan undang-undang lingkungan hidup beserta peraturan turunannya.
Mengenai polusi udara, dari jarak yang jauh pun bau kotoran babi sangat menyengat, lebih-lebih yang tinggal di sekitarnya dipastikan lebih menderita.
Kedepan, apabila jembatan Linggamas sudah selesai dan dapat digunakan, sebenarnya mereka akan berdagang makanan dan minuman. Ini sebagian kutipan dari pendapat mereka: “Kami sering berdiskusi dengan teman-teman pedagang makanan dari daerah tetangga, namun kami ditertawakan”.
Katanya: “apakah makanan kamu akan laku?”
Kami jawab: “bisa, karena lalu lintas pasti ramai dan menu makanannya enak, maka orang-orang akan mampir untuk membeli”.
Teman kami tertawa ngakak sambil menyampaikan; bahwa kami “jangan berharap banyak, image orang luar sudah tertanam bahwa daerah sini basis babi, maka tak akan ada orang mau beli jualanmu”, katanya.
2. Hampir keseluruhan takmir masjid yang dimintai pendapat menolak keras keberadaan peternakan babi di wilayahnya dan tidak akan mau berkompromi. Kalau dulu membiarkan peternakan babi berlangsung, karena keterbatasan pengetahuan dan belum tahu mudharatnya sehingga terlena. Kami sangat menyesal dengan keadaan ini dan akan memperbaiki kecerobohan dengan cara menolak secara gigih. Untuk menegakkan akidah; kami akan berusaha sampai titik darah penghabisan, karena ini jihad di jalan Alloh. Pegangannya adalah empat ayat utama dalam Al Quran tentang larangan babi. Kami taubatan natsuha.
3. Lain lagi para tokoh masyarakat, elemen organisasi dan lembaga sosial masyarakat di kedua wilayah pada umumnya berpendapat sangat ekstrim; bahwa keberadaan peternakan babi merupakan kebijakan pimpinan daerah dan dinas terkaitnya yang tidak sensitif dan hantam kromo, karena dalam mengeluarkan izin hanya mempertimbangkan syarat normatif saja. Aspek kelestarian lingkungan dan permasalahan akidah sama sekali tidak menjadi pertimbangan utama. Ini fatal, karena apabila izin sudah keluar, pemohon izin dapat mem-PTUN-kan Pemda apabila surat izin tiba-tiba dicabut. Namun demikian sebenarnya apabila persyaratan administrasi perizinannya terdapat penyimpangan, misalnya; izin dari warga sekitar cara mengusahakannya dengan menyuap warga melalui pemberian sesuatu untuk maksud tersebut, tidak adanya penjelasan dan sosialisasi sistem pengelolaan limbah dan realisasinya menyimpang, atau adanya pemutar balikan fakta dukungan, maka persyaratan perizinan tidak terpenuhi. Sehingga izin yang telah dikeluarkan pada posisi “batal demi hukum” dan dapat dicabut karena bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. Kita tidak akan membiarkan kejahatan terhadap lingkungan hidup terus berlangsung dan pelanggaran hukum pidana terjadi di depan mata kita.
4. Ditinjau dari sisi kelayakan usaha. Lokasi kandang ternak babi ditempatkan di dekat sungai. Ini dapat diasumsikan bahwa sejak awal pengelola sudah berfikir mencari mudah dalam membuang limbah kotoran babi dengan biaya murah karena cukup digelontorkan ke sungai, maka urusan beres. Tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan, berapa banyak manusia di Daerah Aliran Sungai yang akan terkontaminasi limbah dan terkena dampak.
5. Fakta di lapangan. Keberadaan peternakan babi ini di beckingi oleh oknum, dimana yang bersangkutan juga menjadikan pengusaha peternakan ini sebagai mesin uang (ATM berjalan) yang menguntungkan oknum tersebut secara pribadi. Seandainya peternakan ini ditutup atau direlokasi, otomatis pendapatan yang bersangkutan akan hilang. Pekerjaan menjadi becking memang cukup ringan dan menjajikan. Hanya perlu otot, pandai bicara membolak-balikan fakta dan persoalan, serta membuat opini publik. Bahwa peternakan babi yang ada masih wajar dan layak mendapat keleluasaan, dengan alasan tetangga di sekitar kandang juga ikut menikmati hadiah natura berupa mie instan dan hadiah kecil lainnya?
Dalam hal dukungan, diindikasikan bahwa surat pernyataan dukungan warga yang dibuat di atas materai telah dimanipulasi seolah-olah warga memang menyetujui dan tidak pernah menolak peternakan babi.
Pada situasi tertentu oknum akan mengadu domba warga dengan pernyataan-pernyataan yang kontroversial. Bilamana ada titik api penolakan yang muncul, segera disusun counterdown.
Akhir-akhir ini pengusaha peternakan babi terindikasi mendatangkan beberapa orang asing berbadan tegap, rambut gondrong dengan muka yang sangar untuk menjaga peternakannya. Rupanya cara ini digunakan untuk menakut-nakuti dan mengintimidasi warga melalui kekuatan premanisme.!
Sampai segitunya..., tega benar mengancam warga dengan tekanan psikologis. Ini jelas-jelas akan meruntuhkan akidah umat.
Nauzubillahiminzalik.
Sehubungan dengan berbagai persoalan yang timbul akibat adanya peternakan babi di wilayah Linggamas, khususnya di kedua lokasi tersebut di atas, kiranya semua lembaga dan dinas terkait dapat mengambil inisiatif untuk segera menyelesaikan semua permasalahan tanpa mengorbankan hak-hak warga untuk dapat hidup sehat dan melaksanakan ibadah dengan tenang.
Harapan besar masyarakat Linggamas ialah; dengan ditetapkan dan dilantiknya Wakil Bupati Drs. H. Sukento Rido Marhaendrianto, MM menjadi Bupati Purbalingga dapat mengakomodir keinginan warganya untuk menutup peternakan babi di wilayah Purbalingga, sesuai dengan tag line:”Purbalingga yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, menuju Masyarakat Sejahtera yang Berkeadilan dan Berakhlak Mulia”.
Selamat bekerja Bapak Bupati Purbalingga yang baru, dan enyahlah peternakan babi...!
By Kang Wirya
1. Warga Kalianja dan Sokasada yang berlokasi di sekitar peternakan babi menanggapi permasalahan ini secara serius. Pada umumnya warga merasa terganggu dan kecewa dengan adanya peternakan babi di lingkungannya karena telah menimbulkan bau busuk sepanjang hari serta adanya kekhawatiran terhadap gangguan kesehatan yang disebabkan oleh limbah kotoran babi. Warga menjadi ragu menggunakan air di lingkungan kandang bahkan air sungai Klawing, mengingat limbah kotoran babi yang dibuang begitu saja tanpa memperhatikan ketentuan yang dipersyaratkan. Tuntutannya; peternakan babi hengkang dari lingkungannya. Silahkan di relokasi kemana, kami tidak melarang orang berusaha, yang penting tidak di wilayah sini.
Kami ingin beribadah dengan tenang, tidak terganggu oleh rasa was-was dan keraguan; apakah air yang kami pergunakan untuk keperluan sehari-hari mencari nafkah dan mandi maupun berwudu tidak terkontaminasi najis kotoran babi?
Kami juga takut terhadap penyebaran bibit penyakit (telur cacing pita dan parasit lainnya) yang berasal dari limbah kotoran babi tersebut yang tidak dikelola secara benar berdasarkan undang-undang lingkungan hidup beserta peraturan turunannya.
Mengenai polusi udara, dari jarak yang jauh pun bau kotoran babi sangat menyengat, lebih-lebih yang tinggal di sekitarnya dipastikan lebih menderita.
Kedepan, apabila jembatan Linggamas sudah selesai dan dapat digunakan, sebenarnya mereka akan berdagang makanan dan minuman. Ini sebagian kutipan dari pendapat mereka: “Kami sering berdiskusi dengan teman-teman pedagang makanan dari daerah tetangga, namun kami ditertawakan”.
Katanya: “apakah makanan kamu akan laku?”
Kami jawab: “bisa, karena lalu lintas pasti ramai dan menu makanannya enak, maka orang-orang akan mampir untuk membeli”.
Teman kami tertawa ngakak sambil menyampaikan; bahwa kami “jangan berharap banyak, image orang luar sudah tertanam bahwa daerah sini basis babi, maka tak akan ada orang mau beli jualanmu”, katanya.
2. Hampir keseluruhan takmir masjid yang dimintai pendapat menolak keras keberadaan peternakan babi di wilayahnya dan tidak akan mau berkompromi. Kalau dulu membiarkan peternakan babi berlangsung, karena keterbatasan pengetahuan dan belum tahu mudharatnya sehingga terlena. Kami sangat menyesal dengan keadaan ini dan akan memperbaiki kecerobohan dengan cara menolak secara gigih. Untuk menegakkan akidah; kami akan berusaha sampai titik darah penghabisan, karena ini jihad di jalan Alloh. Pegangannya adalah empat ayat utama dalam Al Quran tentang larangan babi. Kami taubatan natsuha.
3. Lain lagi para tokoh masyarakat, elemen organisasi dan lembaga sosial masyarakat di kedua wilayah pada umumnya berpendapat sangat ekstrim; bahwa keberadaan peternakan babi merupakan kebijakan pimpinan daerah dan dinas terkaitnya yang tidak sensitif dan hantam kromo, karena dalam mengeluarkan izin hanya mempertimbangkan syarat normatif saja. Aspek kelestarian lingkungan dan permasalahan akidah sama sekali tidak menjadi pertimbangan utama. Ini fatal, karena apabila izin sudah keluar, pemohon izin dapat mem-PTUN-kan Pemda apabila surat izin tiba-tiba dicabut. Namun demikian sebenarnya apabila persyaratan administrasi perizinannya terdapat penyimpangan, misalnya; izin dari warga sekitar cara mengusahakannya dengan menyuap warga melalui pemberian sesuatu untuk maksud tersebut, tidak adanya penjelasan dan sosialisasi sistem pengelolaan limbah dan realisasinya menyimpang, atau adanya pemutar balikan fakta dukungan, maka persyaratan perizinan tidak terpenuhi. Sehingga izin yang telah dikeluarkan pada posisi “batal demi hukum” dan dapat dicabut karena bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. Kita tidak akan membiarkan kejahatan terhadap lingkungan hidup terus berlangsung dan pelanggaran hukum pidana terjadi di depan mata kita.
4. Ditinjau dari sisi kelayakan usaha. Lokasi kandang ternak babi ditempatkan di dekat sungai. Ini dapat diasumsikan bahwa sejak awal pengelola sudah berfikir mencari mudah dalam membuang limbah kotoran babi dengan biaya murah karena cukup digelontorkan ke sungai, maka urusan beres. Tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan, berapa banyak manusia di Daerah Aliran Sungai yang akan terkontaminasi limbah dan terkena dampak.
5. Fakta di lapangan. Keberadaan peternakan babi ini di beckingi oleh oknum, dimana yang bersangkutan juga menjadikan pengusaha peternakan ini sebagai mesin uang (ATM berjalan) yang menguntungkan oknum tersebut secara pribadi. Seandainya peternakan ini ditutup atau direlokasi, otomatis pendapatan yang bersangkutan akan hilang. Pekerjaan menjadi becking memang cukup ringan dan menjajikan. Hanya perlu otot, pandai bicara membolak-balikan fakta dan persoalan, serta membuat opini publik. Bahwa peternakan babi yang ada masih wajar dan layak mendapat keleluasaan, dengan alasan tetangga di sekitar kandang juga ikut menikmati hadiah natura berupa mie instan dan hadiah kecil lainnya?
Dalam hal dukungan, diindikasikan bahwa surat pernyataan dukungan warga yang dibuat di atas materai telah dimanipulasi seolah-olah warga memang menyetujui dan tidak pernah menolak peternakan babi.
Pada situasi tertentu oknum akan mengadu domba warga dengan pernyataan-pernyataan yang kontroversial. Bilamana ada titik api penolakan yang muncul, segera disusun counterdown.
Akhir-akhir ini pengusaha peternakan babi terindikasi mendatangkan beberapa orang asing berbadan tegap, rambut gondrong dengan muka yang sangar untuk menjaga peternakannya. Rupanya cara ini digunakan untuk menakut-nakuti dan mengintimidasi warga melalui kekuatan premanisme.!
Sampai segitunya..., tega benar mengancam warga dengan tekanan psikologis. Ini jelas-jelas akan meruntuhkan akidah umat.
Nauzubillahiminzalik.
Sehubungan dengan berbagai persoalan yang timbul akibat adanya peternakan babi di wilayah Linggamas, khususnya di kedua lokasi tersebut di atas, kiranya semua lembaga dan dinas terkait dapat mengambil inisiatif untuk segera menyelesaikan semua permasalahan tanpa mengorbankan hak-hak warga untuk dapat hidup sehat dan melaksanakan ibadah dengan tenang.
Harapan besar masyarakat Linggamas ialah; dengan ditetapkan dan dilantiknya Wakil Bupati Drs. H. Sukento Rido Marhaendrianto, MM menjadi Bupati Purbalingga dapat mengakomodir keinginan warganya untuk menutup peternakan babi di wilayah Purbalingga, sesuai dengan tag line:”Purbalingga yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, menuju Masyarakat Sejahtera yang Berkeadilan dan Berakhlak Mulia”.
Selamat bekerja Bapak Bupati Purbalingga yang baru, dan enyahlah peternakan babi...!
By Kang Wirya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar