Tyto Alba (Serak Jawa) |
Rumah Burung
Hantu disingkat Rubuha adalah kandang buatan untuk burung predator pemakan
tikus sawah yang dibuat dengan teknologi menyesuaikan karakter dan kebutuhan
tempat tinggal burung yang akan diberdayakan. Burung predator pemakan tikus ini
bernama Tyto Alba, orang Banyumas menyebut Serak Jawa. Bahasan, teknologi,
pengoperasian dan kaitannya dengan ketahanan pangan saya turunkan dari
Kompasiana tgl. 11 Agustus 2016. Uraian selengkapnya dapat disimak di bawah
ini.
Sudarjo; Pawang Burung Hantu Tyto Alba
Sudarjo (65)
perawakannya kecil tinggi dengan kulit coklat tua, ramah dan berprofesi petani,
merangkap Pawang Tyto Alba dan seabreg aktivitas dengan menjabat Ketua di 12
(dua belas) kegiatan kemasyarakatan, seperti Ketua Gapoktan Sumber Makmur,
Ketua Pertanian Desa dan Kecamatan, Ketua Irigasi Kecamatan, Ketua RW dan
lainnya di lingkup Kecamatan Maos Kidul.
Darjo,
demikian ia dipanggil, tinggal di Desa Maos Kidul, dimana warganya bisa
dikatakan 90% petani turun-temurun dan letak areal persawahan mereka sangat
ideal di tepian irigasi Sungai Serayu. Namun, letak ideal tersebut tidak
menjamin kesejahteraan petaninya, salah satu penyebab dikarenakan hama tikus
atau Ratus Agentiventer hantu paling menakutkan bagi para petani. Betapa tidak,
satu musim tanam padi bila terserang dapat turun hingga 40%–60% bahkan bisa
tidak panen.
Berbagai
upaya para petani mengatasi hama tikus sejak lama tidak pernah membuahkan
hasil, seperti gropyokan, menggunakan belerang, racun, dan mercon selalu tidak
membuahkan hasil memuaskan. Bahkan sering terjadi serangannya malah semakin
ganas. Pun demikian dengan irigasi yang baik, benih unggul, dan metode tanam
yang baik juga tidak menjamin hasil panen, sering kali ludes diserang tikus.
“Awal mula
saya tahu ada Tyto Alba pemburu dan pemakan tikus secara tidak sengaja, ketika
saya ‘lalar’ kontrol ke sawah selepas magrib, sering mendengar suara wuzzz...
diikuti suara cicit tikus ketakutan dan pada pagi hari di bawah tower listrik
ditemukan bangkai tikus, lantas pada saat pertemuan rutin Kelompok Tani saya
usulkan membuat kandang ala kadarnya, sampai akhirnya kami mendapatkan
pelatihan dan informasi cara memelihara Tyto Alba jenis Serak Jawa predator
alami hama tikus”, ungkap Darjo mengenang awal mula ‘ngopeni’ menangkar Tyto
Alba, tiga tahun yang lalu dan burung hantu selalu ia panggil Tyto Alba.
Tyto Alba
jenis Serak Jawa dikenal juga dengan nama burung Hantu Barn termasuk hewan
nocturnal yang sangat setia dengan pasangannya serta tempat tinggalnya, namun
tak bisa membuat sarang sendiri, mereka bersarang di rumah-rumah besar yang
kosong dan di lubang-lubang yang tak jauh dari lokasi persawahan. Semenjak saat
itulah, Darjo dan kawan-kawannya membuat kandang ala kadarnya agar mereka dapat
bersarang dekat persawahan, maka dibuatlah kandang sederhana terbuat dari bambu
dan kotak kayu bekas di tengah persawahan, yang dikenal dengan nama Rumah
Burung Hantu (Rubuha)
“Dikarenakan
rubuha tidak permanen, belum genap satu tahun sudah rusak terkena hujan dan
panas serta diterpa angin, sehingga Tyto Alba kembali bersarang di rumah-rumah
gedung yang kosong yang jaraknya cukup jauh dari lahan sawah, tikus-tikus mulai
mengganjang kembali tanaman padi”, keluh Darjo.
Membuat
sarang burung Hantu (Rubuha) tidak semudah dibayangkan, Darjo beserta
kawan-kawan mencari referensi ke sana-sini agar Rubuha efektif dan si Tyto Alba
betah tinggal di dalamnya. Tiang harus terbuat dari beton dan pondasi cakar
ayam, mengingat tanah sawah yang lembek. Tinggi tiang 4 meter dari permukaan
tanah. Kandang terbuat dari kayu dilapis kawat streaming dan disemen agar tidak
panas di siang hari. “Saat kami sedang dipusingkan dana guna membuat Rubuha
secara permanen, tiba-tiba datang utusan dari Kantor Perwakilan (KPw) BI
Purwokerto, kami diberi bantuan 40 unit Rubuha permanen di tengah sawah dan
tidak lama kemudian giliran Pertamina Cilacap ikut membantu membuatkan Rubuha”,
ujar Darjo Ketua Gapoktan Sumber Makmur, sembari tersenyum.
“Tyto Alba
ini satwa malam hari, yang istirahat pada siang hari dan tidak senang terpapar
sinar Matahari, maka pintu masuknya harus menghadap ke utara atau selatan,
ditempatkan di tempat strategis di tengah sawah, guna menghindari gangguan
manusia dan kebisingan, jarak antar rubuha antara 50 – 70 meter sehingga daerah
teritorial perburuannya terbagi rata,” ungkapnya. Saat ini, total ada sekitar
70 unit Rubuha permanen yang menjadi sarang sekitar 140 Tyto Alba guna
mengamankan hamparan sawah petani dari serangan hama tikus.
Mengingat
seekor Tyto Alba mampu mengontrol lebih kurang 3 hektare sawah. Ini berarti
kurang lebih 300 Ha dapat terbebas dari serangan hama tikus. “Alhamdulillah,
Gapoktan Sumber Makmur dua kali musim panen produktivitas padi meningkat tajam
dan bahkan tertinggi di Cilacap, kini setiap satu hektar bisa mencapai 9,5 ton
dibandingan tiga tahun yang lalu paling 4,5 Ton/Ha.” ungkap Darjo dengan
bangga. Tentu keberhasilan ini tidak lepas dari adanya Rubuha dalam jumlah yang
ideal di areal persawahan hingga aman dari serangan hama tikus.
Keberhasilan
tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi KPw BI Purwokerto sebagai Team
Pengendali Inflasi Daerah (TPID) turut memberi dukungan serta membantu Rubuha,
tidaklah sia-sia. Dengan kenaikan produktivitas padi petani turut serta
mengendalikan inflasi daerah, sebagaimana diungkapkan Kepala Unit Komunikasi
dan Koordinasi Kebijakan KPw BI Purwokerto, Djoko Juniwarto dalam setiap
kesempatan “Program Rubuha Tyto Alba predator alami hama Tikus, jelas sangat
membantu pemerintah dalam mengendalikan inflasi dari sektor pertanian terutama
komponen beras yang memiliki andil cukup besar, bahkan sudah kami reduplikasi
di berbagai desa di Banyumas,” ungkapnya.
Namun,
setelah Rubuha terpasang ternyata tidak serta merta si Tyto Alba mau menempati
sarangnya, burung unik ini sebelum menempati sarangnya beserta pasangan
setianya, terlebih dahulu mengamati dan menjadikan tempat singgah dahulu.
Proses alami ini perlu waktu agak lama. “Tak ada jalan lain untuk mempercepat
proses penghunianya kami memindahkan sepasang indukan sekaligus beserta anaknya”,
ungkap Darjo. Lebih lanjut Darjo mengungkapkan ternyata lebih efektif karena
mau tidak mau sepasang indukan akan kembali ke Rubuha untuk memberi makan
anaknya dalam kurun waktu 4 bulan, akhirnya secara alami terbiasa dengan sarang
barunya.
Ternyata
persoalannya belum tuntas, mengingat setiap tahun masa kawin dan bertelur si
Tyto Alba pada bulan April dan September, setelah itu anaknya dirawat hingga
usia 4 bulan. Persoalan baru timbul, setelah anaknya pandai terbang oleh
induknya diusir dari kandangnya supaya mandiri, namun yang sering terjadi anak
Tyto Alba muda jatuh di bawah kandang. Rekan petani yang mengetahui, menangkap dan
menyerahkan anakan Tyto Albanya, sebagaimana didukung dengan adanya Peraturan
Desa (PERDES) Maos Kidul, berupa larangan berburu dan menangkap Tyto Alba yang
ditemukan.
“Lagi-lagi
hal ini menginspirasi kami dan juga dibantu KPw BI Purwokerto untuk membuat
penangkaran guna menampung anakan Tyto Alba yang terlantar, sebelum mereka
mampu berburu secara mandiri”, ujar Darjo yang berpegang pada ‘Komunikasi –
Koordinasi – Solusi’ dalam mengatasi masalah, membawa berkah, gayung pun
bersambut KPw BI Purwokerto menyalurkan bantuan sebesar Rp.50 juta tunai guna
membangun penangkaran tersebut. Penangkaran Alba Tyto di Maos Kidul.
Penangkaran Tyto Alba di Maos Kidul |
Kini
penangkaran berdiri dengan megah di belakang balai desa Maos Kidul, luas 6 x 9
meter, tinggi 7 meter dan dilengkapi pula dengan tempat logistik/persediaan berupa
tikus hidup makanan Tyto Alba muda sebelum mereka mampu mandiri berburu,
mengingat sifat mereka yang kanibal bila kekurangan persediaan makanannya.
Dalam
kandang ada 8 ekor Tyto Alba, yang terlihat 3 ekor berumur 2,5 bulan sedang
lima ekor ada di kandang atas. Mereka sedang ditangani oleh Darjo bertindak
sebagai pawangnya hingga tiba saatnya siap mereka akan dilepas mengawal areal
sawah dari serangan hama tikus untuk ketahanan pangan.
Gapoktan
Sumber Makmur mengelola Rubuha sebagai predator alami hama tikus dan
penangkaran Tyto Alba menjadikan Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos, Kabupaten
Cilacap ini mulai terkenal sebagai sentra Tyto Alba jenis Serak Jawa.
Keberhasilan Darjo dan kawan-kawan, menarik berbagai kalangan dari berbagai
daerah, mereka pada datang bertamu mulai dari kelompok tani, perguruan tinggi,
Mahasiwa serta siswa SMA dan SMK Pertanian. Kini banyak desa yang meminta Darjo
membuatkan Rubuha dengan isinya. Bahkan keberhasilan Tyto Alba sebagai salah satu
‘pasukan’ pengendali inflasi, mendorong KPw BI Purwokerto untuk mereduplikasi
serupa di wilayah lainnya, “Kami mereplikasi di Enam Desa di Banyumas, dengan
jumlah rata-rata 12 unit di setiap desa”, ungkap Djoko, dan salah satu
realisasi sudah saya tulis. Lebih lanjut Djoko menginformasikan dalam waktu dekat
akan ada Rubuha baru di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, “Di Pegalongan
tanggal 23 Agustus 2016, pukul 09.00 WIB akan panen raya padi metode Hazton
seluas 10 Ha dan sekaligus peletakan batu pertama Rubuha”, pungkasnya. (Kompasiana,
Purwokerto, 11/8/2016, SS)
Burung Hantu Sebagai
Aparat Petani Dan Pengendali Inflasi
Bila
Pemerintah membangunkan gedung KPK yang megah, tentu supaya para aparatnya
nyaman dalam bekerja membasmi dan mencegah para koruptor. Pun demikian kelompok
petani yang bergabung dalam dua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Sri Tani Jaya
dari desa Pandak dan Karya Tani dari desa Karanggedang Kecamatan Sumpiuh,
Kabupaten Banyumas, mulai membangun pula Rumah Burung Hantu (Rubuha) di area
persawahannya, supaya para ‘aparat’nya nyaman dalam bekerja membasmi ‘koruptor’
(hama tikus) tanaman padinya.
Hal tersebut
terjadi pada tanggal 1/8/2016, pukul 10.00 WIB telah diadakan seremoni
peletakkan batu pertama pembangunan pilar beton penyangga Rubuha dan tidak
tanggung-tanggung membangun 27 unit Rubuha di area sawah dua Gapoktan yang
tersebar di dua Desa seluas 180 Hektar.
KPw BI Pwt; peletakan Rubuha |
Menurut Sri
Martini PPL desa Pandak sepanjang musim tanam padi tahun 2016 seranganya
semakin ganas “Mengerikan, lihat Pak, di gropyok bukannya berkurang malah semakin
ganas” ujarnya sembari menunjuk hamparan sawah sekitar seremonialnya yang
tinggal sisa-sisa tanaman padi, sampai saya merinding melihat kerusakannya.
Saat saya bertemu salah satu anggota kelompok tani, menyatakan pada saya kini
warga tidak mau melakukan gropyokan “Mengamuk Pak, bahkan pernah terjadi
selepas musim tanam dilakukan gropyokan, seminggu kemudian di tengah malam dua
tetangga saya ketika sedang ‘lalar’ menengok sawah lari pulang, ketakutan
melihat puluhan ribu ekor tikus berbaris di sungai irigasi sawah, setelah
kejadian itu hingga kini kami tidak mau melakukan gropyokan, kapok” ujar salah
satu warga desa Karanggedang dengan mimik ketakutan, dan hal tersebut
dibenarkan warga lainnya.
Darjo menunjukkan 3 ekor Tyto Alba muda |
Pak Djoko
Juniwarto Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan KPw BI Purwokerto
pada beberapa kesempatan menyampaikan pada saya “Koruptor’ tanaman padi petani
ini memang momok yang paling ditakuti para petani, bekerjanya diam-diam di
waktu jelang senja hingga dinihari, Ia menggerigiti tanaman padi, bahkan dalam
satu malam bisa menyapu bersih puluhan hektar tanaman padi. Satu-satunya
pengendali yang paling efektif dan berkelanjutan hanya dengan burung Hantu!. Sebab
satu burung hantu mempunyai naluri membunuhnya tinggi, walau sudah kenyang bila
melihat tikus berkeliaran disergap, tidak dimakan, hanya dibunuh dan dibuang.
Dan disetiap malam paling tidak sepuluh bahkan dua belas ekor tikus dibantai,
apalagi kalau sedang beranak. Supaya tinggal dan bekerja nyaman di area sawah
dibuatlkanlah Rubuha”
Lebih lanjut
Djoko menyampaikan “Dengan adanya burung Hantu di sekitar sawah petani,
menyebabkan tikus-tikus stres, takut bila mau pedekate cari pasangan di luar
sarang, populasinya akan berkurang berdampak pada kenaikkan produksi padi petani,
tentu akan berdampak pula pada laju inflasi daerah yang terkendali” pungkasnya.
Rubuha siap pasang |
Tepat
kiranya pihak KPw BI Purwokerto berkepentingan sebagai Team Pengendali Inflasi
Daerah (TIPD) Ramdan Deny Prakso Pimpinan KPw BI Purwokerto, serta Djoko ikut
turun gunung ke desa Pandak, sebagai inisiator melalui program sosial BI dengan
tema dedikasi untuk Negeri, dengan memberikan bantuan pengadaan 27 Rubuha
permanen pada Gapoktan dari dua desa tersebut, tentu disertai pula Kepala Dinas
Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dinpertanbunhut) beserta para PPL, Camat,
Danramil, Kapolsek, para tokoh dan warga sekitarnya, hadir menyimak
pidato-pidato mereka selepas seremonial peletakkan batu pertama di pusatkan di
Desa Karanggedang. (Kompasiana, Purwokerto, 11/8/2016, SS)
Di kopi
ulang oleh Admin
Sumber selengkapnya:
http://www.kompasiana.com/indrisekar/ternyata-burung-hantu-itu-aparat-para-petani-juga-pengendali-inflasi-daerah_57a12a3c2523bd7f4070063b
Tidak ada komentar:
Posting Komentar