Dahrul Guru SMK2 Makassar |
Dunia pendidikan kembali
ramai ketika seorang guru di Makassar dihajar oleh orang tua siswa. Orang tua
siswa tersebut memukuli lantaran tidak senang anaknya didisiplinkan sang guru.
Bagaimana dalam kacamata pidana? Menurut Yurisprudensi
Mahkamah Agung (MA) yang diambil dari website MA, Jumat (12/8/2016),
bahwa guru tak dapat dipidana ketika menjalankan profesinya dan melakukan usaha
pendisiplinan kepada siswa. Hal itu ditetapkan ketika mengadili guru dari Majalengka,
Jawa Barat, SD Aop Saopudin (31). Ketika itu,
Aop menertibkan empat siswanya yang rambutnya gondrong dengan memotong rambut
siswa tersebut pada Maret 2012. Salah seorang siswa tidak senang dan melabrak
Aop serta memukulnya. Aop juga dicukur balik.
Walau sempat didemo para guru, polisi
dan jaksa tetap memberikan kasus Aop kepada pengadilan. Aop dikenakan pasal
berlapis, yaitu:
1. Pasal 77 huruf a UU Perlindungan
Anak tentang perbuatan diskriminasi terhadap anak. Pasal itu berbunyi: “Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi terhadap anak yang
mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga
menghambat fungsi sosialnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta”.
2. Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan
Anak.
3. Pasal 335 ayat 1 kesatu KUHP
tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Atas gugatan tersebut, Aop dikenakan
pasal percobaan oleh PN Majalengka dan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Namun
oleh MA, hukuman itu dibatalkan dan memberikan vonis bebas murni terhadap Aop.
Putusan yang diketok pada 6 Mei 2014 itu diadili oleh ketua majelis hakim Dr
Salman Luthan dengan anggota Dr Syarifuddin dan Dr Margono.
Ketiganya membebaskan Aop lantaran
sebagai seorang guru Aop memiliki tugas untuk menertibkan siswa yang rambutnya
sudah panjang/gondrong guna mendisiplinkan para siswa. Pertimbangannya ialah:
“Apa yang dilakukan terdakwa adalah
sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa
tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena
bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin”.
Perlindungan terhadap profesi guru
sendiri telah diakui dalam PP Nomor 74 Tahun 2008. Dalam PP itu, bahwa guru
ialah pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
Dalam mendidik, mengajar, membimbing
sampai mengevaluasi siswa, sehingga guru dikasih kebebasan akademik untuk
melakukan metode-metode yang tersedia. Disamping itu, guru juga tak cuma berhak
memberikan penghargaan terhadap siswanya, namun memberikan hukuman kepada
siswanya juga.
“Guru memiliki kebebasan memberikan
sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan,
norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru,
peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam
proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya,” bunyi Pasal 39 ayat 1.
Dalam ayat 2 dikatakan, sanksi
tersebut bisa berbentuk teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan,
dan hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik
guru, serta peraturan perundang-undangan.
“Guru berhak mendapat perlindungan
dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari
pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau
masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing,” papar Pasal 40.
Rasa aman dan jaminan keselamatan
tersebut didapat guru melalui perlindungan hukum, profesi dan keselamatan serta
kesehatan kerja.
“Guru berhak mendapatkan perlindungan
hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokrasi, atau pihak lain,” tegas Pasal 41. (Ariestia Fiky)
Orang tua dan Murid Pelaku
Penganiayaan menjadi Tersangka, Hukuman 7 Tahun Penjara Menanti
Usai jalani pemeriksaan yang cukup
intensif, MA
(15) bersama ayahnya Adnan
Achmad (43) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus
penganiayaan pada guru, Dahrul.
Adnan Achmad (43) dan siswa Penganiaya Dahrul |
Kapolsekta Tamalate, Kompol Muh Azis Yunus menjelaskan bahwa kedua pelaku sudah terbukti telah melakukan tindak pidana. Keduanya masih ditahan dan jalani pemeriksaan hingga saat ini.
“Keduanya dikenakan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Siswa dan orang tuanya terbukti melakukan pengeroyokan terhadap gurunya di SMK 2 Makassar,
Dahrul,” tukas Azis dikutip OkTerus.com.
Polisi diketahui masih melakukan
pendalaman untuk mengumpulkan bukti-bukti serta saksi atas kasus yang cukup
menghebohkan masyarakat ini.
“Pihak tersangka juga melapor dan kita
telah terima laporannya. Dari laporan itu, siswa mengaku juga dipukul. Jadi
kita proses juga dan menunggu hasil visum,” ucapnya.
Pasal 170 KUHP “Kitab Undang – Undang
Hukum Pidana”
(1) Barangsiapa secara terang-terangan dan secara bersama-sama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun enam bulan. (KUHP 336.)
(2) Yang bersalah diancam:
1. dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun, bila la dengan sengaja menghancurkan barang atau bila
kekerasan yang digunakan itu mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun, bila kekerasan itu mengakibatkan luka berat; (KUHP
90).
3. dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun, bila kekerasan itu mengakibatkan kematian. (KUHP
487). (Atta Pratama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar