Tokoh Wayang Sentel |
Salah satu tokoh
wayang kulit terfavorit ciptaan Ki Nawan Patmomihardjo yang paling disukai
pandhemen adalah ‘Sentel’. Nama Sentel menjadi julukan yang melekat pada Ki
Dalang Nawan Patmomihardjo dari Desa Karangnangka ini. Masyarakat merasa lebih
akrab dengan panggilan ‘Dalang Sentel’.
Tokoh wayang
ini merupakan hasil kreasi dan inovasi yang diciptakan disamping wayang-wayang lainnya seperti: Santamin, Dhegel, Sarkowi,
Lisun dan Kasud.
Wayang
Sentel dibuat oleh Gondo dari Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten
Banyumas, salah seorang nayaga Ki Dalang Nawan yang juga ahli membuat wayang
kulit.
Ide tokoh
Sentel sejatinya berawal dari banyolan (humor) antara Gondo dengan Wardjo seorang
pengendang asal Desa Beji, Kutasari, Purbalingga. Di waktu luang sebelum
manggung, selesai manggung atau saat latihan, dua orang nayaga ini sering
bercanda untuk mencairkan suasana sambil merokok linthingan (rokok handmade,
bukan buatan pabrik).
Komposisi rokok linthingan terdiri dari: tembakau, kemenyan, wuwur (potongan kecil daun cengkih yang telah di sos ), sentel (klembak kering) dan gambir, yang digiles tangan dengan bungkus kertas papir atau klaras jagung (kulit jagung kering).
Komposisi rokok linthingan terdiri dari: tembakau, kemenyan, wuwur (potongan kecil daun cengkih yang telah di sos ), sentel (klembak kering) dan gambir, yang digiles tangan dengan bungkus kertas papir atau klaras jagung (kulit jagung kering).
Jadi
‘Sentel’ adalah bahan penting dalam komposisi Linthingan Rokok yang dapat
menimbulkan rasa dan aroma khas.
Pada saat banyolan antara Gondo dengan Wardjo itulah Ki Nawan Patmomihardjo sering memperhatikan keduanya terkekeh-kekeh, bahkan sampai terbahak-bahak larut dalam candaan. Dari candaan kedua nayaganya itulah muncul ide untuk menciptakan tokoh wayang alternatif yang akan diselipkan dan ditampilkan dalam pertunjukan wayang kulit. Ide itu sebelumnya dituangkan dalam sket di atas secarik kertas, lalu disodorkan kepada Gondo untuk segera dibuatkan dalam bentuk paraga wayang baru.
Dengan melihat rupa dan karakter wayang Sentel, secara sepintas dapat menunjukkan betapa kreatif dan inovatifnya Ki Nawan Patmomihardjo dalam menciptakan tokoh baru wayang alternatif dari hasil menggali keadaan sosio-kultural kehidupan masyarakat Banyumasan sehari-hari.
Raut wajah dengan hidung mancung seperti tokoh Punakawan Petruk dan perutnya buncit mirip Gareng. Asesoris yang digunakan Sentel terlihat macho, menggunkan kaos singlet berwarna putih, celana pendek warna merah-putih, memakai sepatu, dan di perut sebelah kiri depan terselip sebilah Gaman (Bendho), membuat penampilan Sentel menjadi antik dan lucu.
Bila dperhatikan secara seksama, ada kemungkinan Ki Nawan Patmomihardjo ingin membuat keseimbangan antar negara, dimana Pandawa ada figur Punakawan Semar, Bawor, Gareng dan Petruk, maka di negara Astina diciptakan figur Sentel, Dhegel, Santamin, Lisun dan Kasud.
Pada saat banyolan antara Gondo dengan Wardjo itulah Ki Nawan Patmomihardjo sering memperhatikan keduanya terkekeh-kekeh, bahkan sampai terbahak-bahak larut dalam candaan. Dari candaan kedua nayaganya itulah muncul ide untuk menciptakan tokoh wayang alternatif yang akan diselipkan dan ditampilkan dalam pertunjukan wayang kulit. Ide itu sebelumnya dituangkan dalam sket di atas secarik kertas, lalu disodorkan kepada Gondo untuk segera dibuatkan dalam bentuk paraga wayang baru.
Dengan melihat rupa dan karakter wayang Sentel, secara sepintas dapat menunjukkan betapa kreatif dan inovatifnya Ki Nawan Patmomihardjo dalam menciptakan tokoh baru wayang alternatif dari hasil menggali keadaan sosio-kultural kehidupan masyarakat Banyumasan sehari-hari.
Raut wajah dengan hidung mancung seperti tokoh Punakawan Petruk dan perutnya buncit mirip Gareng. Asesoris yang digunakan Sentel terlihat macho, menggunkan kaos singlet berwarna putih, celana pendek warna merah-putih, memakai sepatu, dan di perut sebelah kiri depan terselip sebilah Gaman (Bendho), membuat penampilan Sentel menjadi antik dan lucu.
Bila dperhatikan secara seksama, ada kemungkinan Ki Nawan Patmomihardjo ingin membuat keseimbangan antar negara, dimana Pandawa ada figur Punakawan Semar, Bawor, Gareng dan Petruk, maka di negara Astina diciptakan figur Sentel, Dhegel, Santamin, Lisun dan Kasud.
Jadi
sesungguhnya tokoh ‘Sentel’ berasal dari negara Astina, namun mempunyai
karakter dan watak baik, berbudi luhur, blakasuta, suka menolong dan andhap
asor.
Sentel memainkan peran tokoh oposisi di negara Astina dengan kritikan-kritikan yang berkualitas dan bermakna untuk menyuarakan perdamaian, persaudaraan, kekeluargaan dan kebenaran. Sentel bukan dari kalangan ningrat, sehingga suara kebenaran yang disampaikan sering tidak dianggap atau didengar, karena watak punggawa Astina yang keras kepala, sombong, tak mau mendengar saran dan nasehat dari orang lain.
Sentel memainkan peran tokoh oposisi di negara Astina dengan kritikan-kritikan yang berkualitas dan bermakna untuk menyuarakan perdamaian, persaudaraan, kekeluargaan dan kebenaran. Sentel bukan dari kalangan ningrat, sehingga suara kebenaran yang disampaikan sering tidak dianggap atau didengar, karena watak punggawa Astina yang keras kepala, sombong, tak mau mendengar saran dan nasehat dari orang lain.
Jadi peran
Sentel seperti peran Togog dan Sarawita di negara Ratu Sabrangan.
Kiranya tak perlu heran, apabila dikemudian hari beberapa dalang generasi sesudahnya juga menciptakan tokoh wayang alternatif seperti Ki Soegino Siswotjarito, Ki Enthus Susmono, Ki Kukuh Bayu Aji, dll.
Namun demikian, saat manggung Ki Nawan Patmomihardjo tetap menggunakan lakon pakem, beliau tak hendak keluar dari 'paugeran’ yang telah ditentukan sesuai dengan babon cerita yang bersumber dari Kitab Ramayana dan Mahabharata.
Catatan: Gambar paraga Wayang Sentel di atas adalah duplikat sebagaimana penuturan putri Ki Dalang Sentel; Mbakyu Retno Marhaeni.
Karangnangka, 23 Juli 2016
Mulyono Harsosuwito Putra
Ketua Istitut Studi Pedesaan dan Kawasan
Sumber;
Wawancara dengan putra Ki Nawan Patmomihardjo : Mas Joko pada Hari Jum'at malam, tanggal 22 Juli 2016 dan putrinya Mbakyu Retno Marhaeni melalui inbox FB.
Disunting-selaraskan oleh Mudibyo WHS, S.AP, M.M.
Pembina KSSC Jabodetabek, Pemerhati Budaya Banyumasan
Kiranya tak perlu heran, apabila dikemudian hari beberapa dalang generasi sesudahnya juga menciptakan tokoh wayang alternatif seperti Ki Soegino Siswotjarito, Ki Enthus Susmono, Ki Kukuh Bayu Aji, dll.
Namun demikian, saat manggung Ki Nawan Patmomihardjo tetap menggunakan lakon pakem, beliau tak hendak keluar dari 'paugeran’ yang telah ditentukan sesuai dengan babon cerita yang bersumber dari Kitab Ramayana dan Mahabharata.
Catatan: Gambar paraga Wayang Sentel di atas adalah duplikat sebagaimana penuturan putri Ki Dalang Sentel; Mbakyu Retno Marhaeni.
Karangnangka, 23 Juli 2016
Mulyono Harsosuwito Putra
Ketua Istitut Studi Pedesaan dan Kawasan
Sumber;
Wawancara dengan putra Ki Nawan Patmomihardjo : Mas Joko pada Hari Jum'at malam, tanggal 22 Juli 2016 dan putrinya Mbakyu Retno Marhaeni melalui inbox FB.
Disunting-selaraskan oleh Mudibyo WHS, S.AP, M.M.
Pembina KSSC Jabodetabek, Pemerhati Budaya Banyumasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar