Helikopter Agusta Westland AW101 |
Beberapa orang langsung menelan mentah-mentah berita
itu tanpa menggunakan nalar, karena terbiasa diasupi "gizi" dari
"TV Oon".
Setelah mendiamkannya beberapa saat, beberapa hari ini
saya merasa perlu untuk menanggapinya.
Bukan karena saya merasa perlu membela Jokowi atau
siapapun, tetapi karena tahun 2014 lalu saya tahu ada teman SMA saya yang saat
ini adalah perwira di TNI AU yang pernah menjadi bagian Renstra TNI AU sebagai
penentu pilihan TNI AU dalam melakukan peremajaan unit alutsistanya termasuk
helikopter Agusta tersebut.
Saya telah mengkonfirmasi kepada yang bersangkutan
mengenai helikopter tersebut dan jawabannya tegas (seperti pernyataan saya
kepada beberapa orang minggu lalu) bahwa heli tersebut adalah heli VVIP TNI AU
sebagai pengganti Super Puma yang sudah obsolete, bukan heli kepresidenan.
Prototype Helikopter Agusta Westland AW101 |
Apakah kita sudah lupa kejadian kecelakaan heli
SuperPuma beberapa waktu belakangan yang terkadang merenggut nyawa prajurit
TNI?
Berikut adalah berita yang bisa di baca mengenai
kecelakaan Super Puma di 2014 lalu:
Bersyukur bahwa kecelakaan tersebut tidak membawa
korban jiwa tidak seperti kecelakaan Super Puma lainnya. Penyebab dari
kecelakaan Super Puma selain karena masalah cuaca sebenarnya sudah diketahui
sejak lama yaitu bahwa sukucadangnya beberapa sudah obsolete dan kadang harus
kanibal mengambil dari pesawat lain. Mengapa obsolete? Karena Super Puma sudah
uzur, sudah berumur 20 tahunan lebih.
Menurut teman saya tersebut, Eurocopter sebagai
produsen Super Puma sudah menyarankan agar TNI segera mengganti heli tersebut
dengan yang lebih baru terkait ketersediaan suku cadang dan teknologi
pendukungnya.
Cocpit Helikopter Agusta Westland AW101 |
Berdasarkan hal tersebut itulah maka TNI AU ingin
memperbaharui heli VVIP yang juga dapat dipakai sebagai heli tempur berdaya
muat besar, dengan spesifikasi sebagai berikut:
-memiliki selfdefence chaff and flare
-dapat dipersenjatai
-teknologi mesin termutakhir
-sistem navigasi termutakhir
-all glass cockpit
-sistem redaman getaran terbaik di kelasnya
-memiliki kabin yg tinggi sehingga tamu VVIP tidak
perlu menunduk
-back up engine minimal 2 buah
-memiliki backup hydraulic system tetlengkap di
kelasnya
-30 minutes proven main gear box dry
-the latest autopilot
-4 axis auto-hover
Tempat Duduk Penumpang Heli Agusta Westland AW101 |
Dari penjelasan teman saya, akhirnya diputuskan oleh
tim renstra untuk memilih heli Agusta AW-101.
Ada pertanyaan dari para pengkritik, mengapa tidak
menggunakan produk PT DI?
Well, PT DI tidak pernah membuat helikopter, merakit
helikopter YA, tapi membuat heli TIDAK.
Merakit dan membuat itu sangat berbeda.
Bandingkan anda sebagai pembuat tahu dengan anda
sebagai penggoreng tahu, mana yang perlu keahlian lebih?
Merakit berarti menyusun bagian-bagian terpisah
menjadi satu kesatuan, tetapi membuat berarti melakukan RnD dari scratch, dari
sketsa awal sampai jadi prototype untuk diuji sebelum dapat dipakai secara
umum.
Merakit perlu keterampilan memasang dengan presisi
serta keahlian menggunakan tools, tetapi untuk menciptakan/membuat akan lebih
banyak membutuhkan ingenuity dibanding keterampilan semata.
Ingenuity berarti kecerdasan, mampu memulai sesuatu
secara orisinil, bukan mencontek, dan terutama adalah menciptakan (to invent).
Dari kata ingenuity inilah ada kata
"engineer" (https://yeapak.wordpress.com/2012/0...)
yang berarti bukan sekedar berkonotasi "sarjana teknik" tetapi lebih
kepada arti orang yang memiliki kejeniusan/kemampuan kecerdasannya dalam
menciptakan sesuatu yang orisinal.
Formasi Tempat Duduk Helikopter AgustaWestland AW101 |
PT DI bukan pencipta helikopter. PT DI hanya melakukan
assembling atas heli dari produsen terkenal misanya Bell atau Bolco atau Super
Puma tentu atas lisensi yang diberikan oleh produsen tersebut.
Mendapatkan lisensi untuk merakit pesawat heli tidak
mudah, karena merakit pesawat heli tidak semudah merakit rak piring atau lemari
baju yang dijual di supermarket.
Perlu pengujian dan sertifikasi di sini, akan tetapi
semua keahlian yang diuji lebih merujuk pada keterampilan dan keahlian
menggunakan alat dalam memasang bagian pesawat helikopter tersebut.
PT DI juga mendapatkan lisensi untuk membuat bagian
pesawat Airbus A-380. Tetapi PT DI bukan berarti menciptakan pesawat Airbus
A-380 toh?
Membuat pesawat terbang sipil YA dapat dilakukan PT
DI, TETAPI, menjadi inventor heli bukanlah satu keahlian PT DI termasuk membuat
heli tempur yang juga dapat menjadi heli VVIP.
Produk heli PT DI saat ini pun tidak memiliki
spesifikasi yang disyaratkan di atas.
Untuk itulah diperlukan produk dari luar yang jelas
sudah ada SAAT INI, bukan 10 atau 30 tahun yang akan datang.
Ini alasan mengapa penggantian Super Puma tidak
menggunakan produk heli PT DI.
Misalkan juga mengenai UAV atau "drone". TNI
AU memerlukan UAV. Produk UAV lokal baru sampai pada level 5, sedang yang
dibutuhkan adalah level 9. Akibatnya dilakukan pengadaan silang, sebagian dari
produsen lokal, sebagian dari luar negeri.
Apakah UAV kita sudah selevel Predator seperti di film
Bourne Legacy? Belum. Perlu ada Transfer of Technology (ToT) sampai kita dapat
membuat UAV selevel Predator.
Ingat, Jepang dan Korea Selatan misalnya perlu RnD
puluhan tahun dari sekedar meniru sampai bisa membuat produk sendiri. Rentang
puluhan tahun itu tidak bisa diabaikan untuk bisa masuk pada level
"inventor".
Apakah kita harus menunggu belasan tahun sampai
produsen lokal bisa membuat apa yang kita butuhkan untuk SAAT INI?
Untuk mempersingkat waktu RnD maka diperlukan ToT,
produsen lokal mendapatkan ilmu dari produsen asing saat negara ini membeli
produk luar.
Ini yang membedakan dari sekedar membeli barang di
pasar. Membeli alutsista juga termasuk ToT kepada engineer lokal sehingga ada
kemampuan untuk meniru dan akhirnya mencipta. Ini yang telah dilakukan PT DI
dalam hal pesawat terbang sipil. Meniru dan akhirnya mencipta, di mana perlu
belasan tahun untuk mencapainya (dimulai dari Cassa menjadi N-250 bahkan
N-2130)
Kembali ke masalah heli VVIP, tujuan pengadaan heli
ini jelas, adalah untuk mengganti Super Puma yang sudah obsolete.
Dengan kemampuan heli Agusta AW-101, maka heli
tersebut mampu menjadi heli tempur selain juga heli VVIP.
Heli ini akan dipakai oleh petinggi TNI semisal
Panglima TNI, kepala staf, dan komandan lainnya apabila mengunjungi pasukan di
daerah yang terpencil yang tak terjangkau jalan darat/laut biasa.
Karena fungsi VVIP nya juga maka heli ini dapat
menjadi heli untuk perjalanan dinas Presiden/Wapres.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa heli ini
dibeli bukan khusus untuk heli bagi Presiden/Wapres (berbeda dengan pesawat
kepresidenan yang dibeli di masa SBY kemarin).
Ini adalah heli VVIP yang dipakai juga untuk tempur
(lihat spesifikasi di atas) karena dapat dipersenjatai dan mengangkut banyak
pasukan. Heli ini direncanakan dalam renstra 2014 untuk diwujudkan pada 2015 seiring
adanya anggaran peremajaan alutsista TNI jadi bukan diputuskan oleh Jokowi.
Semoga dengan penjelasan ini clear bahwa heli AW-101
bukanlah heli kepresidenan dan berita hoax yang tersebar segera berhenti.
Taguig-Philippines, 24 November 2015
P.S: Untuk broer teman segraha dulu, terimakasih buat
diskusinya hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar