Anggota KSSC |
Mengenal Komunitas
Sugino Siswo Carito
Komunitas
Sugino Siswo Carito disingkat KSSC adalah organisasi hobby para pandhemen (penggemar)
nonton pertunjukan Wayang Purwa/Wayang Kulit.
KSSC
didirikan tahun 2009 atas inisiatip pandhemen Wayang Purwa Gagrag Banyumasan di
Wilayah Jabodetabek. Bersifat terbuka bagi siapa saja pandhemen Wayang Purwa. Pusat
kegiatan di wilayah Jabodetabek dengan alamat kepengurusan di Jakarta.
Keanggotaan
tidak khusus yang berdomisili di wilayah Jabodetabek saja, namun telah menyebar
ke seluruh wilayah Nusantara, bahkan di luar negeri seperti Malaysia, Hongkong,
Taiwan, Korea, Suriname, Eropa dan lainnya.
Sampai
dengan tgl 21 Juni 2015, jumlah Anggota terdaftar mencapai 4028 orang.
Sebagai
alat bantu komunikasi antar anggota dan pengurus menggunakan sosmed Facebook dengan
akun Grup Komunitas Sugino Siswo Carito dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
teknologi komunikasi/IT.
Anggota KSSC bersama Ki Guntur Riyanto |
KSSC
juga bergabung menjadi salah satu anggota Kerukunan Keluarga Besar Banyumasan
(KKB) Jakarta pada bulan Agustus tahun 2014. Deklarasinya bertempat di Pendopo
Yudanegaran (Sipanji) Kota Banyumas Lama berbarengan dengan acara Halal Bil
Halal bersama KKB-KSSC.
Sampai
saat ini anggota aktif belum dapat diinventarisir dengan tepat, mengingat dasar
hukum sebagai aturan organisasi masih sinkronisasi di Notaris. Kedepan keanggotaan
ini akan lebih tertib dan selektif dengan rambu-rambu ‘kewajiban dan hak’ yang
jelas.
Kegiatan Komunitas
Kegiatan
khusus anggota adalah menonton pagelaran wayang dimanapun lokasi pagelarannya.
Sebelumnya antar anggota dan pengurus saling menginformasikan dhalang dan
rombongan mana yang akan pentas, lakon dan alamat pementasan.
Untuk
membantu agar sesama anggota dapat nonton bersama biasanya Jadwal Pakeliran
berupa tanggal, alamat dan nama dhalang diumumkan melalui FB Grup atau Blog
Wayang.
Pagelaran Ki Guntur Riyanto pada HBH-2 KSSC-KKB |
Anggota KSSC joget bersama Lengger Agnes dari Banyumas |
Anggota
KSSC mempunyai kekhususan dalam hal nonton wayang yaitu sampai tancep kayon
(bubar pagelaran), siapapun dhalangnya atau gagraknya pasti akan ditunggui
sampai tamat.
Kegiatan
lain adalah diskusi tentang perkembangan wayang, silaturahmi antar anggota,
saling kunjung antar grup pandhemen, atau ikut nyengkuyung (meramaikan) acara
nonton wayang bareng bersama komunitas lain, serta kegiatan sosial.
Pada
acara atau saat-saat tertentu KSSC nanggap wayang sendiri sebagai sarana
silaturahmi dan temu kangen antar pandhemen dan seniman wayang dari wilayah
Jabodetabek dan Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap
dan Kebumen).
Kepengurusan KSSC
Jabodetabek
Komunitas
Sugino Siswo Carito diketuai oleh Eko Purwanto SE, Wakil Ketua Janoko, Sekretaris
Slamet, Bendahara Gino Rahardjo, Humas Tri Winarno, Seksi Kegiatan Purwanto Putra
dan Korwil Bandung Tasirin.
KSSC
mempunyai Pembina/Penasehat yaitu Purbadi SH, MH (Notaris senior), Mudibyo
S.AP, MM (Pemerhati Wayang dan Budaya Banyumasan) dan Kuswandi BM (Ketua KKB).
Pembina KSSC memberikan sambutan pada HBH-2 |
Pengangkatan Anggota Kehormatan oleh Pembina KSSC |
Penyerahan Cinderamata kepada Keluarga Alm. Sugino S.C. |
Pemberian Penghargaan kepada Anggota Aktif oleh Ketua KSSC |
Pemberian Penghargaan kepada Ki Guntur Riyanto oleh Pembina KSSC |
KSSC
Juga mempunyai Anggota Kehormatan dari berbagai unsur dan keilmuan yang
berkaitan dengan Wayang Purwa yaitu: Prof Dr. Heru S Sudjarwo S.Sn sebagai
penulis Buku ‘Rupa & Karakter Wayang Purwa’, Ir. Sartono dhalang senior Banyumasan
yang giat di Pepadi dan KSSC, Nasirin Lebdoyono Sukarta sastrawan penulis novel
‘Kumandhang Tembang Mrapat’ dan cerita wayang dalam bahasa Banyumasan berjudul
‘Ismaya Metamorfosa’, Guntur Riyanto dhalang muda berbakat binaan KSSC yang
sedang naik daun dan Habibudin penulis Balungan Lakon Wayang termasuk Lakon‘Bawor
Polokromo’ yang dipentaskan pada acara HBH KSSC yang kedua di Pendhapa Sipanji
Banyumas.
Pertunjukan Wayang
Purwa Sebagai Model Ekonomi Kreatif
Untuk
menunjang bangkitnya perekonomian rakyat, pemerintah mencanangkan program
ekonomi kreatif yang ditulang punggungi : para seniman, desainer, pedagang kaki
lima dan penggiat IT.
Dengan
pola usaha komprehenship yang melibatkan banyak pihak secara tanggung-renteng,
memanfaatkan celah dan potensi yang ada. Hal ini berguru kepada pengalaman
pasca krisis moneter pada tahun 1998 yang menimbulkan gonjang-ganjing dunia,
menumbangkan berbagai usaha besar dan menghancurkan kongklomerasi.
Namun
pada saat itu para PKL, bahkan PKL Nomaden dengan modal cekak dapat survive.
Setelah
pola dipelajari, ternyata model ‘Pagelaran Wayang Purwa’ merupakan prototype kegiatan
ekonomi kreatif yang sempurna; karena dapat menghidupi pelaku seni bersama
anggotanya (dhalang, sindhen, pangrawit), persewaan perangkat gamelan &
sound/light systemnya, penjual makananan/mainan, penjual assesories wayang dan
handycraft, memberikan pekerjaan bagi glidhig, tukang diesel, dlsb.
Warisan
nenek moyang ciptaan para pujangga wayang ini sangat hebat dan visioner, karena
merupakan hasil pendhalaman dan kontemplasi yang serius.
Model
kegiatan pagelaran wayang purwa sejak lama telah mampu menggerakan perekonomian
masyarakat Jawa.
Wayang Banyumasan
Dengan Kritik Sosialnya
Wayang
Purwa muncul di Tanah air sekitar tahun 800 SM dalam bentuk yang sangat
sederhana (bentuk realistis), dengan konsentrasi sebaran di Pulau Jawa.
Perkembangan
rupa wayang dengan bentuk ginambar miring
ini muncul sejak peradaban Hindu masuk ke Tanah Air dilanjutkan pada periode
penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Prof Dr Heru S Sudjarwo, S.Sn bersama Pembina Mudibyo, S.AP. M.M |
Ketua KSSC bersama Ki Guntur Riyanto |
Anggota KSSC menonton sambil silaturahmi temu kangen |
Di
Banyumas Raya sendiri Wayang Gagrag Banyumasan boleh dikatakan menganut tiga
mazab besar dengan gaya2-nya, yaitu;
a).Mazab
Lor Gunung Kendheng (konservatif, masih berpegang teguh pada pakem yang condong
ke Gaya Solo) diikuti oleh alm Ki Waryan Kalimanah, alm Ki Surono Banjarnegara,
Ki Soegito Purbo Carito, Ki Sigit Aji Soegito dan Ki Bagas Kriswanto.
b).
Mazab Kidul Gunung Kendheng, orang lebih mengenal dengan gaya pesisiran dengan
penampilan yang lebih bebas dan meriah, berkembang sepanjang pantai selatan
sejak Kebumen di sebelah timur hingga sisi Citanduy di sebelah barat. Mazab
Pesisiran diikuti oleh alm Ki Taram, Ki Alip Soewarjono, Ki Sigit Djono
Saputra, Ki Cithut dsb.
c).
Mazab Ginoan, dikembangkan oleh Ki Sugino Siswo Carito dari Notog dengan
inovasi lengkap ciri khasnya, seperti: cerita carangan dengan triloginya,
aseptable permintaan penggemar, menambahkan warna baru penampilan gebyag, perintis
sound & lighting effect, seragam yang gemebyar, rekaman dokumentasi
pagelaran dan marketing system yang lebih baik.
Penampilan
yang awalnya menimbulkan tanda tanya bagi penonton, keheranan, bahkan adanya
rasa tidak suka dari sebagian dhalang dan pandhemen konservatif, kini sudah
tidak ada lagi. Ki Sugino dengan percaya diri dan konsisten telah berhasil
mengibarkan Mazab Baru Wayang Purwa Gagrag Banyumasan yang sekarang banyak
ditiru oleh yuniornya. Mazab Ginoan diikuti oleh Ki Sikin Hadi Warsono, Ki
Sutarwin, Ki Eko Suwaryo, Ki Kukuh Bayu Aji, Ki Gendroyono, Ki Mongko Daryono,
Ki Guntur Riyanto, Ki Julung Gandhik Ediasmoro, Ki Yakut Agip Ganta Nuraidin
dan dhalang muda lainnya.
Perkembangan
pagelaran wayang purwa yang penuh gebyar akhir-akhir ini sebagai akibat kurang
diminatinya pagelaran wayang kulit oleh kaum muda. Mereka lebih suka budaya
barat, sehingga untuk menarik kembali perhatian kaum muda, pagelaran demi
pagelaran diadakan inovasi dengan cara : memasukan nada pentatonis dari organ,
penambahan lighting dan sound effec, lawak dan simpingan (jajaran) sindhen yang
cantik-cantik.
Fenomena semacam ini telah berakibat bergesernya sendi-sendi adiluhung dan kearifan Wayang
Purwa.
Dilain
pihak, Wayang Purwa dengan gebyag klasik-nya masih didambakan oleh banyak
pandhemen yang sudah mengenal wayang secara lebih mendalam.
Bahkan
muncul kritik keras dari Komunitas Kritis Pemerhati Budaya dan Kesenian Wayang
Kulit degan mengeluarkan Hastag: “Tolak Dalang Brecuh (Saru)”. apabila
pagelannya menyinggung porno aksi.
Satu Kesatuan Yang Tak
Terpisahkan
Berkembang dan bertahannya Wayang Purwa hanya bisa terjadi apabila: penyandang
dana (penanggap), dhalang (pelaku seni), pandhemen (penonton), mass media,
Pepadi selaku pembina profesi dan Pemerintah sebagai regulator dapat bekerja
sama secara erat dan simultan. Karena masing-masing mempunyai peranan yang khas
dan tidak dapat dipertukarkan.
Demikian
yang bisa saya sampaikan.
Jaya-jaya wijayanti, lestariya kang sami
pinanggih
salam budaya mbahhhhh
BalasHapusTerima kasih mas C. Bastian...marilah kita bergandengan tangan secara erat untuk ngrembakaning Wayang Gagrag Banyumasan yang fenomenal ini sesuai dengan kemampuan dan bidang kita masing-masing
BalasHapus:::
BalasHapusSejak Kang Wirya Congot meng 'indoors' saya di KSSC, saya tak bisa lagi sembunyi di ROEMAH BATA MERAH yang awalnya hanya saya jadikan 'Goeboeg Singgah' lintasan saya ke Tegal - Kebumen dan Yogyakarta.
Apapun, akhirnya TUHAN pula yang memiliki rencana.
Salam Budaya.
Suatu hal yang menggembirakan, kita dipertemukan oleh Tuhan untuk menyumbangkan sekedar darma bakti bagi lestarinya budaya Jawa khususnya Banyumasan dan lebih khusus Wayang Kulit Gagrag Banyumasan. Terima kasih kawan, sudah berkenan bergabung di Komunitas.
BalasHapus