Yoo.. Hindari Perilaku Korup...!!

Selasa, 24 Februari 2015

KONTROVERSI HARI JADI KABUPATEN BANYUMAS

Makam Adipati Mrapat
Sejak penetapan hari jadi Kabupaten Banyumas pada 1990, hingga kini tiap menjelang peringatan hari jadi acap muncul polemik. Ihwal silang pendapat itu menurut Prof. Dr.  Drs. Sugeng Priyadi, M.Hum. Ahli Sejarah Banyumas akibat dari keminiman dan ketiadaan sumber atau data sejarah kelahiran daerah tersebut. Penyelenggaraan seminar pada 14 November 1989, seperti pemaksaan bahwa tanggal 6 April 1582 adalah hari kelahiran daerah itu. Keputusan itu lahir karena penulis makalah hari jadi tidak menemukan prasasti penetapan hari lahir daerah itu, dan yang sering dicari adalah prasasti zaman Hindu dan Buddha. Jadi, penetapan tanggal itu sebagai hari jadi tidak tercantum dalam data mana pun sejarah Banyumas, bahkan tidak lebih dari hasil perkiraan yang tidak mendasar.

Bupati Djoko Sudantoko yang menyatakan tidak puas atas hasil ketetapan tersebut, pada 2 Februari 1995 mengirim surat, membalas usulan penelitian yang penulis ajukan dengan biaya nol rupiah. Pada intinya ia menugaskan untuk kembali menulis tentang hari jadi, berdasarkan penelitian yang sama sekali baru. Sekaligus berjanji menyeminarkan hasil penelitian. 

Sebelum kembali mengusulkan penelitian, saya sudah bekerja lebih dari 4 tahun (1991-1995) sehingga tidak lagi memerlukan dana penelitian. Pada Maret 1995, penulis menyerahkan hasil penelitian itu kepada pemkab. Setahun lebih tidak mendapat tanggapan, dan baru pada 12 Maret 1996 melalui surat atas nama bupati, Sekda Drs Soediman menyatakan bahwa surat penulis mengenai penelitian itu belum dapat dipertimbangkan.

Keputusan itu mendasarkan pada fakta bahwa keputusan mengenai hari jadi sudah ditetapkan melalui Perda Nomor 2 Tahun 1990 dan telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Seri D Nomor 4 Kabupaten Banyumas tanggal 28 Mei 1990. Sekda periode berikut, Drs Moetia Harjatmo, pada 17 Desember 1996 mengundang penulis membahas hasil penelitian hari jadi  tiga hari mendatang. Jadi, peristiwa pada 20 Desember 1990 itu sudah melapangkan jalan menuju tinjauan ulang. Namun Pemilu 1997 dan kelengseran Djoko Sudantoko dari jabatan bupati tahun 1998 karena menjadi Wagub Jateng, membuat tinjauan ulang itu tidak terselesaikan. 

Buku Putih 

Wacana hari jadi kembali muncul lewat harian terbitan Banyumas melalui tulisan Sugeng Priyadi. Hasil penelitian dan beberapa artikel kemudian diterbitkan oleh Kaliwangi Offset Yogyakarta tahun  2001 menjadi buku Tinjauan Ulang Hari Jadi Kabupaten Banyumas. Selanjutnya, masalah tinjauan ulang hanya dibicarakan lewat pemberitaan. Mardjoko sebagai Cabup (2008) berjanji meninjau ulang, tetapi setelah dilantik, ia menyatakan tidak perlu mengutak-atik hari jadi.

Berkait berita di harian ini (SM, 16/3/13), penulis berpendapat bahwa sejarah Kabupaten Banyumas tidak memerlukan buku putih. Karya penulis pun tidak perlu disebut buku putih mengingat tidak pernah ada buku hitam.  Penyelenggaraan kegiatan pada 21 Februari 2005 adalah seminar yang dipakarsai Paguyuban Kerabat Mataram. Hasil seminar menyatakan alternatif hari jadi adalah 27 Ramadan 978 H atau 22 Februari 1571, mendasarkan berbagai sumber sejarah.

Sulit untuk menerima pendapat bahwa peringatan sejarah hari jadi semata-mata simbolis,  mengingat peristiwa sejarah selalu bersifat faktual. Jika hari jadi tiap 6 April itu diperingati, tetapi tidak berdasar fakta sejarah maka kita memperingati hari jadi yang konyol. Lagi pula, peristiwa sejarah tidak sama dengan peristiwa sastra yang memang sering dibuat dalam bentuk simbol. Simbol yang dibuat tanpa fakta sejarah akan menjadikan hari jadi seperti  dongeng. Sejarah dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi penting sebagai refleksi masa depan berdasarkan hari ini supaya hari esok jauh lebih baik.

Pembiaran mengenai hari jadi, tanpa perbaikan, justru menguras energi masyarakat Banyumas karena mereka selalu mempertanyakan masalah tersebut. Penulis pun harus berulang-ulang menjawab pertanyaan dari berbagai pihak seolah-olah masalah kebanyumasan hanyalah seputar hari jadi. (Prof Dr Sugeng Priyadi MHum, guru besar Ilmu Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto)

Peringatan Tri Catur Berdirinya Nagari Banyumas Diisi Dengan Diskusi 

Hari jadi ke-444 atau Tricatur Jumenengan Djoko Kahiman sebagai Adipati Mrapat atau Adipati Warga Utama II diperingati oleh Pemerhati Sejarah dan Budayawan Banyumasan dengan acara diskusi pada hari Minggu (22/2/2015).

Inisiator agenda tersebut, Ir. Sunardi, MT. alias Eyang Nardi mengatakan, acara ini sebagai upaya untuk tidak melupakan sejarah dan peran pemimpin Banyumas terdahulu. Ia juga mengapresiasi peserta diskusi lantaran sebagai penyelenggara dirinya tidak membuat surat undangan resmi melainkan hanya pemberitahuan acara yang di-posting lewat jejaring sosial Facebook. Eyang Nardi termasuk aktif di dunia jejaring sosial.

Ir. Sunardi MT (Eyang Nardi) inisiator acara

"Kebetulan hari ini bertepatan dengan peringatan tricatur atau 444 tahun pengangkatan Joko Kahiman sebagai Adipati Mrapat. Jadi tidak ada salahnya kita berkumpul, gendu-gendu rasa sambil nguri-uri sejarah Banyumas bersama-sama," kata Eyang Nardi.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hari Minggu Pahing tanggal 22 Februari 2015, bertempat di Dj@gongan Community Cafe diselenggarakan peringatan sekedarnya. Hanya dengan informasi melalui jejaring sosial facebook telah hadir sekitar 50 orang peduli Sejarah Banyumas (terdiri dari: akademisi, politisi, seniman, pemerhati budaya, mahasiswa dan masyarakat umum), untuk berdiskusi (gendhu-gendhu rasa) dengan tema: "Peringatan Tri Catur (444) Warsa Penobatan Adipati Wargautama II".

Profesor Sugeng Priyadi, sejarawan Banyumas dan Nasirin L Sukarta dari Desa Kalisube, Banyumas sebagai penulis Banyumasan, didaulat menjadi pembicara diskusi.

Ket: berbaju batik+kacamata Prof Sugeng Priyadi, berbaju hitam Nasirin L.S.

Prof. Dr. Drs. Sugeng Priyadi, M.Hum. (Nara Sumber 1)  menyampaikan tentang penemuan tanggal 22 Februari 1571 sebagai tanggal penobatan Adipati Mrapat dan Nasirin L. Sukarta (Nara Sumber 2), sebagai penulis novel sejarah "Kumandang Tembang Mrapat" menyampaikan siapa dan bagaimana Adipati Mrapat itu.

Keduanya menceritakan beberapa kepingan sejarah hasil temuan dan penelitian yang pernah dilakukan, terkait sejarah berdirinya Negara Banyumas, kepemimpinan adipati pertama hingga wafat sampai pembahasan seputar bahasa Banyumasan.

"Jadi tanggal 22 Februari ini tepat dengan apa yang disebutkan dalam Naskah Babad Kalibening buatan abad 16-an, Sultan Hadiwijaya mengangkat Djoko Kahiman sebagai Adipati pada Rabu Pon sore tangga 27 poso (Ramadhan). Setelah dikonversi ke penanggalan masehi, tepat hari ini", Profesor Sugeng Priyadi MHum, Sejarawan Banyumas, Minggu (22/2).

"Kalau mengacu dari hasil temuan dan penelitian saya, hari ini memang tepat dengan hari dimana Joko Kahiman diangkat menjadi Adipati Mrapat pada tahun 1571. Konon hari itulah yang dijadikan tonggak sejarah berdirinya Banyumas," ujar Prof Sugeng.

Tampak para Peserta saresehan hari jadi Kabupaten Banyumas ke-444

Beberapa pertanyaan seputar berapa lama Adipati Mrapat memerintah juga mengemuka di forum tersebut. Menurut Prof Sugeng, dari beberapa sumber naskah kuno yang pernah dibaca dan ditelitinya, Adipati Mrapat memerintah sejak 1571 hingga wafat 1582 atau selama 11 tahun. Prof Sugeng dan Nasirin juga mengupas sejarah nama Banyumas, bahasa Banyumasan sampai pembahasan adanya fakta sebaran keturunan wong Banyumas di seluruh dunia. SatelitPost, Senin Pon, 23 Februari 2015. 

22 Februari 1571 - 22 Februari 2015 

Prof. Dr.  Drs. Sugeng Priyadi, M.Hum. Ahli Sejarah Banyumas menyampaikan bahwa dalam penelitian yang pernah dilakukannya, ditemukan fakta sejarah bahwa di dalam Naskah Kalibening disebutkan pada tanggal 27 bulan Puasa tahun 1490 Jimakhir R. Jaka Kaiman atau R. Jaka Kahiman pergi ke Pajang menghadap Sultan Hadiwijaya untuk diangkat sebagai Adipati Wirasaba dengan gelar Adipati Wargautama II, menggantikan Adipati Wargautama I yang telah wafat.

Sesuai perhitungan Prof. Sugeng Priyadi, tanggal 27 bulan Puasa tahun Jawa 1490 Jimakhir bila dikonversi dengan tahun Masehi, maka jatuh pada tanggal 22 Februari 1571. Dengan demikian, sampai dengan tanggal 22 Februari 2015 maka telah genap 444 tahun penobatan Adipati Wargautama II, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Adipati Mrapat karena membagi wilayah Kadipaten Wirasaba menjadi 4 (empat) bagian, yang masing-diserahkan kepada ketiga saudaranya dan dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar