Yoo.. Hindari Perilaku Korup...!!

Minggu, 10 Juli 2016

PAGUYUBAN LINGGAMAS BANDUNG MENGADAKAN BAKTI BUDAYA DI KABUPATEN PURBALINGGA

Pagelaran Wayang Kulit
Tak terasa dengan berjalannya waktu Paguyuban Warga Purbalingga-Banyumas di Bandung (disingkat Paguyuban Linggamas Bandung) telah memasuki usia tahun ke-lima. Paguyuban yang didirikan pada tanggal 1 Januari 2012 sebagai organisasi sosial kemasyarakatan telah mengalami pasang-surut dalam perjalanan akibat heterogennya latar belakang keanggotaan, mobilitas anggota yang tinggi dan situasi kehidupan kota yang selalu berganti trend khususnya di bidang usaha.

Tujuan utama Paguyuban Linggamas sebenarnya sama dengan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya, yaitu kesejahteraan dan pelayanan kepada anggota. Semua daya-upaya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota secara optimal.

Sebagian daya dikontribusikan kepada tempat dimana anggota berdomisili dan mencari nafkah. Sedangkan sebagian lainnya untuk memberi perhatian kepada kampung halaman anggota berasal.

Kontribusi kepada tempat domisili diwujudkan dalam bentuk ikut menjaga ketentraman wilayah, disiplin administrasi kependudukan, menjaga sikap tenggang rasa antar sesama penduduk  Bandung yang berlainan etnis, memelihara kebersihan lingkungan tempat tinggal, bakti sosial berupa; kegiatan penghijauan, pelatihan kewirausahaan, pengembangan seni-budaya daerah dan lain sebagainya.

Sedangkan bentuk kepedulian kepada kampung halaman/daerah asal berupa: bantuan bimbingan teknis, bantuan peralatan bagi pengembangan grup-grup kesenian, bantuan modal bagi keluarga yang masih ada keterkaitan dengan anggota, membagi pengalaman dan bimbingan kewirausahaan/UMKM. Bentuk bantuan dipilih yang tidak instant, karena bantuan instant dianggap kurang mendidik. Bantuan berupa pembinaan, bimbingan, konsultasi serta alat kerja diutamakan.

Komitmen ini terus dipertahankan dan ditingkatkan secara bertahap, namun porsinya tidak boleh mengganggu kinerja paguyuban dalam mengupayakan kesejahteraan anggota.

Sesuai dengan komitmen paguyuban itulah, maka berdasarkan rapat pertama tanggal 6 Maret 2016 di Kota Bandung perihal Pembentukan Panitia Pelaksana Kegiatan Halal bi Halal Tahun 1437H/2016M, diputuskan untuk mengadakan Bakti Budaya di Kabupaten Purbalingga sebagai dukungan program Ekonomi Kreatif pemerintah, Pengembangan Pariwisata, Seni dan Budaya Lokal.

Kegiatan direalisasikan dengan menggelar pertunjukan Wayang Kulit semalam suntuk oleh dalang anggota paguyuban sendiri Ki Rasito Lebdo Carito dari Kota Bandung dengan Lakon Semar Gugat, memberi bantuan peralatan kesenian Ebeg sebagai penunjang Wisata Rintisan Desa Kedungbenda dan launching Blangkon Model Soedirman.


Ketua Paguyuban menyerahkan bantuan peralatan kesenian

Ketua Paguyuban Linggamas Bandung sdr. Pujiono mengatakan bahwa: “ Bakti Budaya yang diadakan kali ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Alloh SWT. karena paguyuban telah dapat berjalan sekian lama secara konsisten, berhasil meningkatkan persatuan dan kesejahteraan anggota. Terlepas dari dinamika organisasi yang terjadi”.

Pada kesempatan yang sama Pembina Paguyuban Linggamas Bandung Bpk. M.B. Mudibyo W.H.S., S.AP, M.M mengatakan: “Bakti Budaya ini merupakan bentuk karya nyata paguyuban bagi masyarakat secara langsung. Kegiatan yang dirancang matang dan komprehenship ini selain memberikan edukasi kepada masyarakat, juga merupakan sarana mensosialisasikan Potensi Budaya Banyumasan dan Wisata Desa Kedungbenda kepada masyarakat luas, serta memupuk rasa bangga terhadap kepahlawanan putra daerah”.

“Pagelaran Wayang Kulit Gagrag Banyumasan Klasik digelar sebagai bentuk nyata ngurip-urip kesenian Wayang Kulit yang sudah mulai tergeser oleh kesenian import”.

Sambutan oleh Pembina Paguyuban

“Bantuan peralatan kesenian bagi Grup Ebeg bertujuan memberi motivasi dan semangat agar grup-grup kesenian yang ada dapat tetap eksis dan berkembang, selanjutnya dapat mewarnai kegiatan Wisata Rintisan Desa Kedungbenda yang sedang dikembangkan oleh Pemkab Purbalingga”.

“Sedangkan launching Blangkon Model Soedirman, selain merupakan bentuk kebanggaan dan penghormatan kepada Jenderal Besar Soedirman sebagai pahlawan bangsa kelahiran Purbalingga, juga berawal dari rasa prihatin karena masih banyaknya praktisi seni dan pemangku adat Banyumasan yang masih menggunakan blangkon non Banyumasan”. “Memang, pada masa lalu masyarakat Banyumas Raya kurang mengenal Blangkon, sebab masyarakat adat menggunakan Iket Wulung Jeblagan Wirasaban dan Iket Nempe seperti yang dipakai Jenderal Soedirman”. “Kebutuhan untuk penampilan adat dan pertunjukan, sebagian penggiat seni dan adat secara personal mengadopsi Blangkon Solo, Mangkunegaran dan Jogyakarta sebagai pelengkap busana. Hal ini berlangsung terus-menerus tanpa koreksi oleh pemangku adat dan budayawan Banyumasan. Walau sebenarnya sudah lama ada Blangkon Wiraprajan yang dikenalkan oleh Raden Wiriatmadja Pendiri BRI saat itu, namun masyarakat belum ngeh”.

Demi eksistensi dan jatidiri budaya adat Banyumasan itulah maka Iket Nempe dibuatkan dalam bentuk Blangkon Model Soedirmanan. Kebetulan Sdr. Marsudi sebagai pengrajin blangkon dari Desa Tegalpingen Kec.Pengadegan Kab.Purbalingga juga seorang praktisi seni yang eksis dan dapat merealisasikan blangkon ini” demikian sambung pak Mudibyo.

Acara launching dilakukan dengan menyematkan Blangkon Model Soedirmanan oleh Camat Kemangkon Bpk.Rahardjo Minulyo mewakili Bupati Purbalingga kepada empat orang dalang muda setempat. Ini merupakan tonggak sejarah, bahwa tanggal 9 Juli 2016 secara resmi Blangkon Soedirmanan berlaku untuk masyarakat budaya dan adat Banyumasan khususnya Wilayah Purbalingga.

Dengan launching ini, maka makin lengkaplah jenis Iket dan Blangkon Banyumasan menjadi: Iket Wulung Wirasaban, Iket Nempe Soedirmanan, Iket Soenardian, Blangkon Wiriatmajan, Blangkon Ginoan dan Blangkon Soedirmanan.





Dalam sambutan sebelum acara Pagelaran Wayang, Camat Kemangkon Bpk. Rahardjo Minulyo mengatakan: “Saya sampaikan rasa bangga dan terima kasih kepada Paguyuban Linggamas Bandung yang masih peduli kepada tanah leluhurnya Purbalingga, ikut memikirkan dan membantu secara aktif pengembangan wisata dan budaya Desa Kedungbenda. Sarana jembatan baru Linggamas yang membuka transportasi kewilayahan serta ditutupnya peternakan babi di seluruh wilayah Kabupaten Purbalingga merupakan komitmen Pemerintah daerah dalam mengembangkan wilayah menjadi sehat, nyaman dan agamis”. “Untuk itu saya minta kepada masyarakat kiranya dapat mengembangkan kepariwisataan melalui kegiatan kesenian, kuliner dan olah raga susur sungai sebagai usaha meningkatkan perekonomian warga”.

Pada kesempatan bincang-bincang sambil menonton Pagelaran Wayang Kulit, Pengamat Budaya dan Wayang Kulit, yang juga Dosen Pasca Sarjana Ilmu Pariwisata UGM, Penulis Buku Rupa dan Karakter Wayang Purwa, Sutradara dan Juri Film Nasional, Bpk. Prof. Dr. Heru S. Sudjarwo mengenai setingan klasik pagelaran, mengatakan: “Ini luar biasa, menonton Wayang Kulit yang sebenarnya ya begini, tamu ditempatkan di belakang kelir, sedangkan penonton umum di luar sana” “Seting pagelaran ini dapat menjadi rujukan untuk pagelaran-pagelaran lain, kita harus kembali pada khitah”. “Tamu undangan tidak terganggu oleh hiruk-pikuk lalu-lintas, yang berjualan, atau penonton umum yang berseliweran”.

Pada sesi lain tentang keterampilan mendhalang, secara spontan beliau mengatakan: “Waktu Prabu Salya 'muring-muring' kepada Karna di pasewakan kerajaan Astina, Durna tiba-tiba mau ikut bicara. Kurang dari 1/2 detik Salya membentak ‘Meneng.... !’, Durna 'Mak klakep'. Saya terperangah lalu meledak tawa saya disela obrolan ringan dengan sahabat-sahabat Mudibyo Whs - Sukadi Udawala, dll. Ini sebuah keterampilan dialog dalam pakeliran wayang, tepatnya adalah kecerdasan seorang dalang dalam membangun adegan menjadi HIDUP. Melengkapi catatan saya, bahwa Ki Dalang Rasito Lebdo Carito semakin mengukuhkan diri dalam deretan dalang muda Indonesia yang merupakan harapan dunia pewayangan masa depan”.


“Saya puas menonton pentas di Linggamas. Utamanya karena dipersilahkan menikmatinya dari 'Mburi Kelir', tempat yang sesungguhnya memang untuk menonton lengkap dengan ritual NGROWOT dan aneka cemilan”.Kekurangan paling menonjol dalam pentas ini adalah LAMPU DISKO yang kayaknya bagi hampir semua dalang 'laris' enggan untuk meninggalkannyah.....” demikian sambung beliau.


Sementara pada kesempatan terpisah, Prof. Dr. Bram Palgunadi Dosen Jurusan Teknik Desain Itenas Bandung, Pengamat Budaya dan Praktisi Seni menyampaikan tanggapannya: ”Selamat ya Mas Mudibyo Whs.... Kesimpulannya, pagelaran wayang kulit gaya tradisional atau ortodox itu sebenarnya sangat disukai. Hanya saja, kiprahnya seringkali terlibas atau tertutup oleh gaya yang lebih tidak tradisional.......”.

Ki Rasito Lebdo Carito

Pagelaran Wayang ini juga didukung siaran langsung melalui Radio Raka FM Wirasaba dan streaming internet yang dapat dinikmati secara online dimanapun di muka bumi. Spektakuler untuk sebuah acara sederhana yang diselenggarakan dengan sumber daya yang serba terbatas.
Untuk dokumentasi juga dibuatkan video oleh Hans Studio Shoot & Record dari Wangon Banyumas.

Alhamdulillah, secara umum kegiatan Bakti Budaya berjalan lancar.

Terima kasih kami sampaikan kepada:
Pemda Purbalingga, Camat Kemangkon, Pemdes Kedungbenda, para Tamu Undangan, para Pemerhati dan Budayawan, Organisasi Lintas Komunitas, para Donatur dan Sponsorship, Panitia Pelaksana, dan Pandhemen Wayang Kulit Gagrag Banyumasan yang telah ikut berpartisipasi aktif.

Kami yang berbahagia:
Sakun (Ketua Panlak), Pujiono (Penyelenggara), Kades Tosa (Penyelenggara), M.B. Mudibyo WHS, S.AP, M.M (Pembina Paguyuban).
KWC/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar